Unofficial Hizbut Tahrir Indonesia

Info, kegiatan dan berita-berita pilihan seputar Hizbut Tahrir Indonesia
hizbut tahrir indonesia

Catatan Untuk KIP 2014



SubhanalLah, Al-HamdulilLah, AlLahu akbar! Kiranya itulah ungkapan yang paling tepat untuk menggambarkan gelegar dahsyatnya pelaksanaan Konferensi Islam dan Peradaban (KIP) pada 27 Mei, 29 Mei, 31 Mei dan 1 Juni 2014 lalu. Tidak berlebihan karena even besar yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di 70 kota di seluruh Indonesia ini diikuti oleh total lebih dari 125 ribu peserta. Acara berlangsung lancar, sukses, penuh semangat serta berhasil mencapai maksud dan tujuan yang ditetapkan.


Respon peserta pun luar biasa. Itu terlihat dari antusiasme mereka hadir dalam acara tersebut. Berbondong-bondong mereka sejak pagi hari tiba di tempat acara, memenuhi semua kursi yang telah disediakan. Tidak sedikit yang terpaksa harus berdiri akibat luapan peserta. Selama acara pun, mereka mengikuti seluruh rangkaian acara dengan khidmat. Tak tampak ada yang meninggalkan tempat sebelum acara selesai. Semua tekun menyimak uraian yang disampaikan oleh para pembicara dan tayangan dokusinema yang disajikan. Tak jarang gelegar takbir menggetarkan ruang acara. Mereka merespon materi pembicara yang membangkitkan semangat. Pendek kata, semua larut dalam gairah perjuangan dan kesadaran bagi tegaknya kembali syariah dan Khilafah guna menggantikan demokrasi dan sistem ekonomi liberal.


Terkait sukses KIP tersebut, ada beberapa catatan penting yang bisa disampaikan. Pertama : dari segi materi, melalui aneka uslub atau teknik yang dipakai oleh para pemateri, KIP relatif bisa menyampaikan kepada publik, mengapa demokrasi dan sistem ekonomi liberal harus ditolak dan mengapa harus Khilafah sebagai gantinya. Pemikiran ini tampak telah menjadi opini umum peserta. Terbukti tak ada nada keberatan apalagi penolakan dari mereka terhadap materi yang disampaikan. Yang ada justru sambutan yang luar biasa. Hal ini tentu akan makin mengokohkan pendirian para peserta untuk sesegera mungkin mencampak-kan demokrasi dan sistem ekonomi liberal. Pasalnya, dua sistem itu bertentangan dengan akidah Islam serta telah terbukti menimbulkan berbagai kerusakan dan kesengsaraan. Hal ini juga makin mengokohkan tekad umat berjuang bersama HTI untuk menegakkan syariah dan Khilafah yang akan menggantikan demokrasi dan sistem ekonomi liberal itu.


Kedua : dari segi penyelenggaraan, KIP menjadi bukti kemampuan kepemimpinan dan manajemen struktur dakwah di level kota/kabupaten dalam penyelenggaraan acara, kemampuan menggerakkan umat, termasuk kemampuan dalam menghadapi berbagai hambatan, gangguan, ancaman dan rintangan yang ada. Seloroh sebagian panitia, “Pendemo bolehlah sekali-kali merasakan didemo.”


Kedepan, penting kiranya untuk menurunkan lagi level penyelenggaraan hingga level kota/kabupaten sebagai medium untuk uji kemampuan manajemen dan kepemimpinan itu, selain tentu saja untuk meningkatkan kedalaman akar pengaruh dakwah di tengah umat. Dengan itu sentuhan dakwah terhadap umat di akar rumput makin kuat sehingga dukungan umat juga semakin mudah diharap.


Ketiga : terdapat resistensi di sejumlah tempat yang datang dari kalangan tertentu dengan pola gerak dan argumen yang kurang lebih sama. Hal ini sebenarnya wajar belaka. Mana ada dakwah tanpa hambatan. Makin besar dan makin tinggi pohon dakwah, tentu makin kencang pula angin bakal bertiup menerpa. Kenyataan tersebut juga menunjukkan bahwa masih cukup banyak di kalangan umat yang berpikir tidak rasional dan jauh dari nilai-nilai Islam. Bila untuk gereja dan perayaan Natal mereka sigap mengamankan, mengapa untuk kegiatan dakwah seperti KIP, yang diselenggarakan tak lain oleh saudara sesama Muslim, malah dihalang-halangi? Caranya pun jauh dari sikap ksatria. Di sejumlah tempat yang terdapat gangguan, tidak satu pun pimpinannya yang nongol secara jantan menyampaikan keberatannya. Semua sembunyi muka. Lalu di kegelapan malam, mereka menggerakkan sejumlah orang untuk merusak sejumlah properti milik panitia seperti spanduk, baliho dan poster. Setelah itu mereka bergegas kabur, terus menghilang. Tidak pernah ada diskusi, beradu argumen dan saling mendengar. Yang ada, mereka melontarkan sejumlah tuduhan basi, seperti HTI membahayakan NKRI dan seterusnya. Membahayakannya di mana, tak pernah jelas. Yang lebih lucu, mungkin karena merasa usaha untuk menghalangi acara KIP ini gatot (gagal total), mereka lantas bermain di ranah berita dunia maya. Mereka mengumbar berita bahwa bersama polisi mereka berhasil membubarkan acara HTI di Tasikmalaya, bla, bla, bla…


Itu jelas berita ngawur. Saya sendiri hadir di KIP Tasikmalaya, menyampaikan orasi akhir. KIP di sana berlangsung lancar dan penuh semangat. Gelora takbir bahkan hampir selalu mewarnai sepanjang acara. Takbir diteriakkan oleh tak kurang dari 2000 peserta yang memenuhi seluruh kursi yang disediakan oleh panitia. Acara dimulai dan diakhiri tepat sesuai jadwal. Acara dilanjutkan dengan konferensi pers yang dihadiri oleh cukup banyak wartawan, di antara dari koran Pikiran Rakyat, Kompas, TVRI, TVOne dan lainnya. Memang sempat ada demo kecil. Namun, itu sama sekali tidak memengaruhi kelancaran acara. Kita sangat berterima kasih kepada pihak kepolisian Resort Tasikmalaya yang dengan sigap mengamankan acara. Saya sendiri sempat bertemu perwira kepolisian dan kepala sektor setempat. Pimpinan polisi di sana bilang, tidak ada alasan untuk menghalangi kegiatan HTI. Semua mendukung acara hingga usai. Jadi bagaimana bisa mereka membuat berita bahwa acara itu berhasil dibubarkan?


Usaha menghalangi acara juga terjadi di sejumlah tempat di mana umat Islam menjadi minoritas seperti di Bali dan NTT. Ini bukti kesekian kali bahwa di wilayah yang kita menjadi minoritas, toleransi adalah omong-kosong. Dengan sombongnya mereka memaksakan kehendak. Lihatlah, bukan hanya menghambat pelaksanaan KIP, hingga sekarang pun mereka tetap tidak mengijinkan siswi sekolah di sana memakai jilbab. Padahal apa masalahnya dengan KIP dan jilbab? KIP diselenggarakan untuk internal umat, dan jilbab adalah pakaian khas Muslimah. Mengapa mereka keberatan?


Oleh karena itu, penting ditingkatkan pendekatan lebih intensif terhadap kalangan itu, baik di tingkat pusat maupun daerah. Salah satu faktor yang memengaruhi keberhasilan KIP baru lalu adalah sejauh mana kedekatan hubungan struktur dakwah dengan berbagai tokoh/komunitas. Dari sanalah dukungan itu didapat. Berbagai urusan menjadi lebih mudah diselesaikan. Sebaliknya, munculnya sejumlah gangguan dan hambatan juga datang dari tokoh dan komunitas yang selama ini memang memiliki hubungan kurang erat dengan struktur dakwah.


++++



Namun, di tengah gegap-gempita KIP, kembali muncul pertanyaan lama. Apakah HT(I) telah menjadikan acara seperti konferensi ini sebagai metode atau thariqah perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah? Bagaimana Khilafah akan bisa tegak melalui konferensi, muktamar, seminar, diskusi dan acara lain serupa?


Untuk menjawab pertanyaan ini, penting mengingat kembali penegasan Amir HT Syaikh Atha‘ Abu Rashta, bahwa HT(I) tidak pernah mengubah metode atau thariqah dakwahnya. Penyelenggaraan konferensi dan sejenisnya hanyalah uslub untuk menyebarkan ide dan meningkatkan kesadaran umat tentang Islam. Jelas tidak mungkin Khilafah bakal tegak melalui kegiatan semacam konferensi dan lainnya. Namun, acara seperti ini diperlukan sebagai medium untuk meningkatkan kesadaran umat, dalam hal ini tentang kewajiban mencampakkan demokrasi dan sistem ekonomi liberal serta kewajiban menegakkan syariah dan Khilafah. Umat yang sadar itu tentu selanjutnya akan mendukung perjuangan ini. [HM. Ismail Yusanto]








 
Return to top of page Copyright © 2013 | Hizbut Tahrir Indonesia