Para pemimpin Muslim di Mombasa County telah menyatakan kemarahan mereka dan akan mengangkat isu ini dengan menteri pendidikan setelah para siswi Muslim di sekolah menengah dipaksa untuk menghadiri misa di gereja Kristen atau akan diusir.
Siswi Muslim di SMA Bura yang khusus untuk putri mengatakan mereka dipaksa untuk menghadiri misa gereja Kristen, sebuah pelanggaran atas hak konstitusional mereka untuk bebas beribadah.
Abdulswamad Nassir, seorang anggota parlemen untuk konstituen di mana sekolah itu berada, mengatakan dia telah menerima beberapa laporan dari para orang tua siswi yang bersangkutan, yang protes bahwa mereka telah kehilangan hak untuk bebas beragama.
Aden Bare Duale, pemimpin mayoritas di majelis nasional Kenya, untuk wilayah itu, telah berjanji untuk mengangkat masalah ini dengan Menteri Pendidikan, Jacob Kaimenyi.
“Di Sekolah Sheikh Khalifa, tidak ada siswa Kristen yang dipaksa untuk memasuki masjid,” Duale menambahkan, mengacu pada sebuah sekolah Muslim di pantai Kenya yang diikuti oleh siswa Muslim dan Kristen.
Menurut laporan, 40 siswi Muslim diskors dari sekolah itu minggu lalu karena mereka tidak mau menghadiri misa gereja hari Minggu.
Larangan Berjilbab
Perselisihan agama di sekolah bukan hal baru untuk Kenya yang didominasi Kristen, di mana umat Islam disebutkan merupakan sekitar 11 persen dari jumlah penduduk.
Pada bulan Maret, Dewan Imam dan Da’i mengutuk keputusan pengadilan tinggi Kenya yang melarang jilbab di sebuah sekolah di timur laut negara itu.
Pengadilan memutuskan saat itu bahwa mengenakan jilbab adalah “diskriminatif” dan melanggar peraturan sekolah.
Dewan Imam dan Da’i menanggapi putusan itu dengan menuduh pengadilan sengaja mengabaikan Pasal 32 Konstitusi, yang menyatakan bahwa warga Kenya “tidak boleh dipaksa untuk bertindak, atau terlibat dalam kegiatan apapun, yang bertentangan dengan keyakinan atau agama seseorang. ” (worldbulletin.net, 30/6/2015)
Label: hizbut tahrir, hizbut tahrir indonesia, HTI, politik