HIZBUT TAHRIR
Pemikiran dan Platform Perjuangan
Mukadimah
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berlandaskan Islam. Politik merupakan kegiatannya dan Islam adalah mabda (ideologi)-nya. Hizbut Tahrir melakukan aktivitas politiknya di tengah-tengah umat dan bekerja
sama dengan mereka. Aktivitas politik Hizbut Tahrir ini dimaksudkan untuk menjadikan Islam
sebagai agenda utama permasalahan umat serta membimbing mereka untuk mendirikan kembali sistem khilafah dan
menegakkan hukum berdasarkan wahyu yang telah diturunkan Allah ke dalam
realitas kehidupan ini.
Hizbut Tahrir merupakan faksi/organisasi politik, bukan faksi/organisasi yang hanya berdasarkan spiritualisme (keruhanian) semata; bukan lembaga ilmiah (seperti lembaga studi agama atau badan penelitian, penerj.); bukan lembaga pendidikan (akademis); dan bukan pula lembaga sosial-kemanusiaan (yang hanya bergerak di bidang sosial-kemasyarakatan, penerj.). Ide-ide Islam merupakan spirit (jiwa), inti, dan sekaligus rahasia kehidupannya.
Hizbut Tahrir merupakan faksi/organisasi politik, bukan faksi/organisasi yang hanya berdasarkan spiritualisme (keruhanian) semata; bukan lembaga ilmiah (seperti lembaga studi agama atau badan penelitian, penerj.); bukan lembaga pendidikan (akademis); dan bukan pula lembaga sosial-kemanusiaan (yang hanya bergerak di bidang sosial-kemasyarakatan, penerj.). Ide-ide Islam merupakan spirit (jiwa), inti, dan sekaligus rahasia kehidupannya.
Latar Belakang Berdirinya Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir didirikan dalam rangka memenuhi seruan Allah Swt.:
Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada al-Khayr (yaitu memeluk Islam), memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imrân [3]: 104).
Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang demikian parah; membebaskan umat dari ide-ide, sistem-sistem, dan hukum-hukum kufur; serta membebaskan mereka dari kekuasaan dan dominasi negara-negara kafir. Hizbut Tahrir juga bermaksud untuk membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga urusan pemerintahan dapat dijalankan kembali sesuai dengan wahyu yang telah diturunkan Allah Swt.
Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada al-Khayr (yaitu memeluk Islam), memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imrân [3]: 104).
Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang demikian parah; membebaskan umat dari ide-ide, sistem-sistem, dan hukum-hukum kufur; serta membebaskan mereka dari kekuasaan dan dominasi negara-negara kafir. Hizbut Tahrir juga bermaksud untuk membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga urusan pemerintahan dapat dijalankan kembali sesuai dengan wahyu yang telah diturunkan Allah Swt.
Keharusan Berdirinya Partai-partai Politik Menurut Syariat
Berdirinya Hizbut Tahrir, sebagaimana telah disebutkan, adalah dalam rangka
memenuhi seruan Allah Swt., “Hendaklah ada di antara kalian segolongan
umat.” Dalam ayat ini, sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan umat
Islam agar di antara mereka ada suatu jamaah (kelompok) yang
terorganisasi. Kelompok ini memiliki dua tugas: (1) mengajak pada
al-Khayr, yakni mengajak pada al-Islâm; (2)
memerintahkan kebajikan (melaksanakan syariat) dan mencegah kemungkaran (mencegah pelanggaran terhadap syariat).
Perintah untuk membentuk suatu jamaah yang terorganisasi di sini memang sekadar menunjukkan adanya sebuah tuntutan (thalab) dari Allah. Namun demikian, terdapat qarînah (indikator) lain yang menunjukkan bahwa tuntutan tersebut adalah suatu keniscayaan. Oleh karena itu, aktivitas yang telah ditentukan oleh ayat ini yang harus dilaksanakan oleh kelompok yang terorganisasi tersebut --yakni mendakwahkan Islam dan melaksanakan amar makruf nahi mungkar-- adalah kewajiban yang harus ditegakkan oleh seluruh umat Islam.
Kewajiban ini telah diperkuat oleh banyak ayat lain dan sejumlah hadis Rasulullah saw. Rasulullah saw., misalnya, bersabda, “Demi Zat Yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh kalian (mempunyai dua pilihan): melaksanakan amar makruf nahi mungkar ataukah Allah benar-benar akan menimpakan siksaan dari sisi-Nya. Kemudian, setelah itu kalian berdoa, tetapi doa kalian itu tidak akan dikabulkan.” (H.R. At-Turmudzî, hadis no. 2259).
Hadis di atas merupakan salah satu qarînah (indikator) yang menunjukkan bahwa thalab (tuntutan) tersebut bersifat tegas dan perintah yang terkandung di dalamnya hukumnya adalah wajib. Jamaah terorganisasi yang dimaksud haruslah berbentuk partai politik. Kesimpulan ini dapat dilihat dari segi:
(1) ayat di atas telah memerintahkan kepada umat Islam agar di antara mereka ada sekelompok orang yang membentuk suatu jamaah;
(2) ayat di atas juga telah membatasi aktivitas jamaah yang dimaksud, yaitu mendakwahkan Islam dan melaksanakan amar makruf nahyi munkar. Sementara itu, aktivitas amar makruf nahi mungkar di dalamnya mencakup upaya menyeru para penguasa agar mereka berbuat kebajikan (melaksanakan syariat Islam) dan mencegah mereka berbuat kemungkaran (melaksanakan sesuatu yang tidak bersumber dari syariat, misalnya, bersikap zalim, fasik, dan lain-lain, penerj.). Bahkan, inilah bagian terpenting dalam aktivitas amar makruf nahi mungkar, yaitu mengawasi para penguasa dan menyampaikan nasihat kepada mereka. Aktivitas-aktivitas seperti ini jelas merupakan salah satu aktivitas politik, bahkan termasuk aktivitas politik yang amat penting. Aktivitas politik ini merupakan ciri utama dari partai-partai politik yang ada. Dengan demikian, ayat di atas menunjukkan pada adanya kewajiban mendirikan partai-partai politik. Akan tetapi, ayat tersebut di atas memberi batasan bahwa kelompok-kelompok yang terorganisasi tadi mesti berbentuk partai-partai Islam. Sebab, tugas yang telah ditentukan oleh ayat tersebut --yakni mendakwahkan kepada Islam dan mewujudkan amar makruf nahi mungkar sesuai dengan hukum-hukum Islam-- tidak mungkin dapat dilaksanakan kecuali oleh organisasi-organisasi dan partai-partai Islam. Partai Islam adalah partai yang berasaskan akidah Islam; partai yang mengadopsi dan menetapkan ide-ide, hukum-hukum, dan solusi-solusi (atas berbagai problematika umat) yang Islami; serta partai yang tharîqah (metode) operasionalnya adalah metode Rasulullah saw.
Oleh karena itu, tidak dibolehkan organisasi-organisasi/partai-partai politik yang ada di tengah-tengah umat Islam berdiri di atas dasar selain Islam, baik dari segi fikrah (ide dasar) maupun tharîqah (metode)-nya. Hal ini, di samping karena Allah Swt. telah memerintahkan demikian, juga karena Islam adalah satu-satunya mabda’ (ideologi) yang benar dan layak di muka bumi ini. Islam adalah mabda’ yang bersifat universal, sesuai dengan fitrah manusia, dan dapat memberikan jalan pemecahan kepada manusia (atas berbagai problematikan mereka, penerj.) secara manusiawi. Oleh karena itu, Islam telah mengarahkan potensi hidup manusia—berupa gharâ’iz (naluri-naluri) dan hajât ‘udhawiyyah (tuntutan jasmani), mengaturnya, dan mengatur pemecahannya dengan suatu tatanan yang benar; tidak mengekang dan tidak pula melepaskannya sama sekali; tidak ada saling mendominasi antara satu gharîzah (naluri) atas gharîzah (naluri) yang lain.
Perintah untuk membentuk suatu jamaah yang terorganisasi di sini memang sekadar menunjukkan adanya sebuah tuntutan (thalab) dari Allah. Namun demikian, terdapat qarînah (indikator) lain yang menunjukkan bahwa tuntutan tersebut adalah suatu keniscayaan. Oleh karena itu, aktivitas yang telah ditentukan oleh ayat ini yang harus dilaksanakan oleh kelompok yang terorganisasi tersebut --yakni mendakwahkan Islam dan melaksanakan amar makruf nahi mungkar-- adalah kewajiban yang harus ditegakkan oleh seluruh umat Islam.
Kewajiban ini telah diperkuat oleh banyak ayat lain dan sejumlah hadis Rasulullah saw. Rasulullah saw., misalnya, bersabda, “Demi Zat Yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh kalian (mempunyai dua pilihan): melaksanakan amar makruf nahi mungkar ataukah Allah benar-benar akan menimpakan siksaan dari sisi-Nya. Kemudian, setelah itu kalian berdoa, tetapi doa kalian itu tidak akan dikabulkan.” (H.R. At-Turmudzî, hadis no. 2259).
Hadis di atas merupakan salah satu qarînah (indikator) yang menunjukkan bahwa thalab (tuntutan) tersebut bersifat tegas dan perintah yang terkandung di dalamnya hukumnya adalah wajib. Jamaah terorganisasi yang dimaksud haruslah berbentuk partai politik. Kesimpulan ini dapat dilihat dari segi:
(1) ayat di atas telah memerintahkan kepada umat Islam agar di antara mereka ada sekelompok orang yang membentuk suatu jamaah;
(2) ayat di atas juga telah membatasi aktivitas jamaah yang dimaksud, yaitu mendakwahkan Islam dan melaksanakan amar makruf nahyi munkar. Sementara itu, aktivitas amar makruf nahi mungkar di dalamnya mencakup upaya menyeru para penguasa agar mereka berbuat kebajikan (melaksanakan syariat Islam) dan mencegah mereka berbuat kemungkaran (melaksanakan sesuatu yang tidak bersumber dari syariat, misalnya, bersikap zalim, fasik, dan lain-lain, penerj.). Bahkan, inilah bagian terpenting dalam aktivitas amar makruf nahi mungkar, yaitu mengawasi para penguasa dan menyampaikan nasihat kepada mereka. Aktivitas-aktivitas seperti ini jelas merupakan salah satu aktivitas politik, bahkan termasuk aktivitas politik yang amat penting. Aktivitas politik ini merupakan ciri utama dari partai-partai politik yang ada. Dengan demikian, ayat di atas menunjukkan pada adanya kewajiban mendirikan partai-partai politik. Akan tetapi, ayat tersebut di atas memberi batasan bahwa kelompok-kelompok yang terorganisasi tadi mesti berbentuk partai-partai Islam. Sebab, tugas yang telah ditentukan oleh ayat tersebut --yakni mendakwahkan kepada Islam dan mewujudkan amar makruf nahi mungkar sesuai dengan hukum-hukum Islam-- tidak mungkin dapat dilaksanakan kecuali oleh organisasi-organisasi dan partai-partai Islam. Partai Islam adalah partai yang berasaskan akidah Islam; partai yang mengadopsi dan menetapkan ide-ide, hukum-hukum, dan solusi-solusi (atas berbagai problematika umat) yang Islami; serta partai yang tharîqah (metode) operasionalnya adalah metode Rasulullah saw.
Oleh karena itu, tidak dibolehkan organisasi-organisasi/partai-partai politik yang ada di tengah-tengah umat Islam berdiri di atas dasar selain Islam, baik dari segi fikrah (ide dasar) maupun tharîqah (metode)-nya. Hal ini, di samping karena Allah Swt. telah memerintahkan demikian, juga karena Islam adalah satu-satunya mabda’ (ideologi) yang benar dan layak di muka bumi ini. Islam adalah mabda’ yang bersifat universal, sesuai dengan fitrah manusia, dan dapat memberikan jalan pemecahan kepada manusia (atas berbagai problematikan mereka, penerj.) secara manusiawi. Oleh karena itu, Islam telah mengarahkan potensi hidup manusia—berupa gharâ’iz (naluri-naluri) dan hajât ‘udhawiyyah (tuntutan jasmani), mengaturnya, dan mengatur pemecahannya dengan suatu tatanan yang benar; tidak mengekang dan tidak pula melepaskannya sama sekali; tidak ada saling mendominasi antara satu gharîzah (naluri) atas gharîzah (naluri) yang lain.
Islam adalah ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan
Allah Swt. telah mewajibkan umat Islam agar selalu terikat dengan hukum-hukum Islam secara keseluruhan, baik menyangkut hubungannya dengan Pencipta
mereka, seperti hukum-hukum yang mengatur masalah akidah dan ibadah;
menyangkut hubungannya dengan dirinya sendiri, seperti hukum-hukum yang
mengatur masalah akhlak, makanan, pakaian, dan lain-lain; ataupun menyangkut
hubungannya dengan sesama manusia, seperti hukum-hukum yang mengatur masalah
muamalat dan perundang-undangan.
Allah Swt. juga telah mewajibkan umat Islam agar menerapkan Islam secara
total dalam seluruh aspek kehidupan mereka, menjalankan pemerintahan Islam, serta
menjadikan hukum-hukum syariat yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-
Nya sebagai konstitusi dan sistem perundang-undangan mereka. Allah Swt. berfirman :
Putuskanlah perkara di antara manusia berdasarkan wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran (hukum Allah) yang telah datang kepada kalian. (QS al-Mâ’idah [5]: 48).
Hendaklah kalian memutuskan perkara di antara manusia berdasarkan wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kalian terhadap mereka, jangan sampai mereka memalingkan kalian dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan kepada kalian. (QS al-Mâ’idah [5]: 49).
Oleh karena itu, Islam memandang bahwa tidak menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum Islam merupakan sebuah tindakan kekufuran, sebagaimana firman-Nya: Siapa saja yang tidak memutuskan perkara (menjalankan urusan pemerintahan) berdasarkan wahyu yang telah diturunkan Allah, berarti mereka itulah orang-orang kafir. (QS al-Mâ’idah [5]: 44).
Semua mabda’ (ideologi) selain Islam, seperti kapitalisme dan sosialisme (termasuk di dalamnya komunisme), tidak lain merupakan ideologi-ideologi destruktif (rusak) dan bertentangan dengan fitrah kemanusiaan. Ideologi-ideologi tersebut adalah buatan manusia yang sudah nyata kerusakannya dan telah terbukti cacat-celanya. Semua ideologi yang ada selain Islam tersebut bertentangan dengan Islam dan hukum-hukumnya. Oleh karena itu, upaya mengambil dan meyebarluaskannya serta dan membentuk organisasi/partai berdasarkan ideologi-ideologi tersebut adalah termasuk tindakan yang diharamkan oleh Islam.
Dengan demikian, organisasi/partai umat Islam wajib berdasarkan Islam semata, baik ide maupun metodenya. Umat Islam haram membentuk organisasi/partai atas dasar kapitalisme, komunisme, sosialisme, nasionalisme, patriotisme, primordialisme (sektarianisme), aristokrasi, atau freemasonry. Umat Islam juga haram menjadi anggota ataupun simpatisan partai-partai di atas karena semuanya merupakan partai-partai kufur yang mengajak kepada kekufuran. Padahal Allah Swt. telah berfirman:
Barangsiapa yang mencari agama (cara hidup) selain Islam, niscaya tidak akan diterima, sementara di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi. (QS Ali Imran [3]: 85).
Allah Swt. juga berfirman dalam ayat yang kami jadikan patokan di sini, yaitu, mengajak kepada kebaikan, yang dapat diartikan dengan mengajak pada Islam.
Sementara itu, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang melakukan suatu amal-perbuatan yang bukan termasuk urusan kami, berarti amal-perbuatan itu tertolak.” (H.R. Muslim, hadis no. 1718).
Rasulullah saw. juga bersabda, “Barangsiapa yang mengajak orang pada ashabiyah (primordialisme, sektarianisme) tidaklah termasuk golongan kami.” (H.R. Abû Dâwud, hadis no. 5121).
Berkaitan dengan hal di atas, upaya untuk membangkitkan umat dari kemerosotan yang dideritanya; membebaskan mereka dari ide-ide, sistem, dan hukum-hukum kufur; serta melepaskan mereka dari kekuasaan dan dominasi negara-negara kafir, sesungguhnya dapat ditempuh dengan jalan meningkatkan taraf berfikir mereka. Upaya riilnya adalah dengan melakukan reformasi total dan fundamental atas ide-ide dan persepsi-persepsi yang telah menyebabkan kemerosotan mereka. Setelah itu, ditanamkan di dalam benak umat ide-ide dan pemahaman-pemahaman Islam yang benar. Upaya demikian diharapkan dapat menciptakan perilaku umat dalam kehidupan ini yang sesuai dengan ide-ide dan hukum-hukum Islam.
Nya sebagai konstitusi dan sistem perundang-undangan mereka. Allah Swt. berfirman :
Putuskanlah perkara di antara manusia berdasarkan wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran (hukum Allah) yang telah datang kepada kalian. (QS al-Mâ’idah [5]: 48).
Hendaklah kalian memutuskan perkara di antara manusia berdasarkan wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kalian terhadap mereka, jangan sampai mereka memalingkan kalian dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan kepada kalian. (QS al-Mâ’idah [5]: 49).
Oleh karena itu, Islam memandang bahwa tidak menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum Islam merupakan sebuah tindakan kekufuran, sebagaimana firman-Nya: Siapa saja yang tidak memutuskan perkara (menjalankan urusan pemerintahan) berdasarkan wahyu yang telah diturunkan Allah, berarti mereka itulah orang-orang kafir. (QS al-Mâ’idah [5]: 44).
Semua mabda’ (ideologi) selain Islam, seperti kapitalisme dan sosialisme (termasuk di dalamnya komunisme), tidak lain merupakan ideologi-ideologi destruktif (rusak) dan bertentangan dengan fitrah kemanusiaan. Ideologi-ideologi tersebut adalah buatan manusia yang sudah nyata kerusakannya dan telah terbukti cacat-celanya. Semua ideologi yang ada selain Islam tersebut bertentangan dengan Islam dan hukum-hukumnya. Oleh karena itu, upaya mengambil dan meyebarluaskannya serta dan membentuk organisasi/partai berdasarkan ideologi-ideologi tersebut adalah termasuk tindakan yang diharamkan oleh Islam.
Dengan demikian, organisasi/partai umat Islam wajib berdasarkan Islam semata, baik ide maupun metodenya. Umat Islam haram membentuk organisasi/partai atas dasar kapitalisme, komunisme, sosialisme, nasionalisme, patriotisme, primordialisme (sektarianisme), aristokrasi, atau freemasonry. Umat Islam juga haram menjadi anggota ataupun simpatisan partai-partai di atas karena semuanya merupakan partai-partai kufur yang mengajak kepada kekufuran. Padahal Allah Swt. telah berfirman:
Barangsiapa yang mencari agama (cara hidup) selain Islam, niscaya tidak akan diterima, sementara di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi. (QS Ali Imran [3]: 85).
Allah Swt. juga berfirman dalam ayat yang kami jadikan patokan di sini, yaitu, mengajak kepada kebaikan, yang dapat diartikan dengan mengajak pada Islam.
Sementara itu, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang melakukan suatu amal-perbuatan yang bukan termasuk urusan kami, berarti amal-perbuatan itu tertolak.” (H.R. Muslim, hadis no. 1718).
Rasulullah saw. juga bersabda, “Barangsiapa yang mengajak orang pada ashabiyah (primordialisme, sektarianisme) tidaklah termasuk golongan kami.” (H.R. Abû Dâwud, hadis no. 5121).
Berkaitan dengan hal di atas, upaya untuk membangkitkan umat dari kemerosotan yang dideritanya; membebaskan mereka dari ide-ide, sistem, dan hukum-hukum kufur; serta melepaskan mereka dari kekuasaan dan dominasi negara-negara kafir, sesungguhnya dapat ditempuh dengan jalan meningkatkan taraf berfikir mereka. Upaya riilnya adalah dengan melakukan reformasi total dan fundamental atas ide-ide dan persepsi-persepsi yang telah menyebabkan kemerosotan mereka. Setelah itu, ditanamkan di dalam benak umat ide-ide dan pemahaman-pemahaman Islam yang benar. Upaya demikian diharapkan dapat menciptakan perilaku umat dalam kehidupan ini yang sesuai dengan ide-ide dan hukum-hukum Islam.
Sebab-sebab Kemerosotan Umat Islam
Sesungguhnya kemerosotan yang sangat fatal dan tidak pantas diderita oleh
umat Islam adalah akibat dari sangat lemahnya mereka di dalam memahami dan
merealisasikan Islam. Hal ini diakibatkan oleh sejumlah faktor yang berhasil
mengaburkan fikrah (ide) dan tharîqah (metode) dari ideologi Islam (deideologisasi
Islam), yang dilancarkan sejak abad kedua Hijriah sampai saat ini. Faktor-faktor
tersebut muncul karena beberapa hal, yang paling dominan antara lain adalah:
1) Adanya transfer filsafat India, Persia, dan Yunani, serta adanya upaya umat Islam untuk mengkompromikan filsafat-filsafat tersebut dengan Islam, walaupun terdapat perbedaan mendasar di antara keduanya.
2) Adanya manipulasi terhadap ajaran Islam oleh orang-orang yang membenci Islam, baik menyangkut ide-ide ataupun hukum-hukumnya, yang sebenarnya tidak berasal dari Islam. Upaya ini dimaksudkan untuk merusak citra Islam dan menjauhkan umat Islam dari Islam.
3) Diabaikannya bahasa Arab dalam memahami dan merealisasikan ajaran Islam, yang kemudian disusul dengan dipisahkan bahasa ini dari Islam pada abad ketujuh Hijriah. Padahal Islam tidak mungkin dapat dipahami tanpa bahasa Arab. Penggalian (istinbâth) hukum-hukum baru atas berbagai fakta-kejadian yang berkembang melalui jalan ijtihad jelas tidak mungkin dapat dilakukan tanpa memahami bahasa Arab. 4) Adanya gelombang serangan kaum misionaris, serangan (orientalis) dalam bidang kebudayaan, dan kemudian disusul oleh serangan secara politis (yang mendominasi dunia Islam) dari negara-negara kafir Barat, sejak abad ke-17 Masehi. Serangan-serangan tersebut bertujuan untuk memalingkan pandangan umat Islam dari Islam, menjauhkan mereka dari Islam, dan pada akhirnya menghancurkan Islam itu sendiri.
Sebab-sebab Kegagalan Umat Islam
Berbagai macam upaya untuk membangkitkan umat Islam telah banyak dilakukan. Berbagai bentuk gerakan, baik yang Islami ataupun yang tidak Islami, telah banyak pula didirikan untuk tujuan yang sama.
Namun demikian, semuanya mengalami kegagalan dan belum berhasil membangkitkan umat Islam, bahkan tidak berdaya dalam membendung arus kemerosotan umat yang fatal tersebut. Kegagalan seluruh usaha dan gerakan untuk membangkitkan kembali umat Islam atas dasar Islam disebabkan, antara lain, oleh beberapa faktor berikut ini:
1) Tidak adanya pemahaman yang rinci dan mendetail mengenai ide (fikrah) Islam pada pihak-pihak yang berupaya membangkitkan kembali umat Islam, karena mereka terpengaruh oleh berbagai faktor yang mengaburkan. Mereka mendakwahkan Islam dalam bentuk yang terlalu general (umum) dan sangat longgar. Mereka tidak berusaha menentukan ide-ide dan hukum-hukum mana yang hendak digunakan untuk membangkitkan umat. Mereka juga tidak berdaya dalam mengatasi segala macam problematika umat melalui ide-ide Islam berikut pelaksanaannya. Hal ini disebabkan oleh belum adanya gambaran yang jelas tentang ide-ide dan hukum-hukum Islam di dalam benak mereka.
Pemikiran mereka lebih banyak diilhami dan dipengaruhi oleh berbagai fakta-fakta yang ada. Mereka menjadikan fakta-fakta tersebut sebagai pijakan bagi pemikiran mereka. Mereka juga berupaya untuk menakwilkan dan menafsirkan Islam dengan penakwilan dan penafsiran yang tidak sesuai dengan apa yang tersirat dalan nash (teks al-Quran dan Sunnah). Dengan begitu, hukum-hukum Islam dipaksa untuk mengakomodasi fakta-fakta yang ada, kendati fakta-fakta tersebut nyata-nyata berlawanan secara diametral dengan Islam. Artinya, yang mereka lakukan bukanlah menjadikan fakta-fakta tersebut sebagai objek pemikiran yang harus diubah sehingga sejalan dengan hukum-hukum Islam. Oleh karena itu, tidak aneh apabila mereka senantiasa menyerukan slogan-
slogan liberalisme, demokrasi, kapitalisme, dan sosialisme. Mereka menganggap semua itu sebagai bersumber dari Islam, meskipun secara total, semua itu sangat bertentangan dengan Islam.
2) Tidak tampaknya pada benak mereka kejelasan metode (tharîqah) Islam di dalam merealisasikan serta mengaplikasikan ide-ide dan hukum-hukum Islam dalam suatu gambaran yang jelas dan sempurna. Mereka acapkali mengemban ide-ide Islam yang tidak jelas melalui media yang juga tidak terencana (terkesan spontan) dan dalam bentuk-bentuk yang sangat absurd (diliputi kesamaran). Mereka acapkali beranggapan bahwa kembalinya Islam dapat ditempuh dengan cara membangun banyak masjid, menerbitkan buku-buku Islam, mendirikan organisasi–organisasi sosial-kemanusiaan, atau hanya melalui pendidikan akhlak dan pembinaan yang bersifat individual semata. Mereka acapkali mengabaikan kondisi masyarakat yang dekaden dan tidak mempedulikan bagaimana ide-ide, hukum-hukum, dan sistem kehidupan kufur telah demikian mencengkram kuat di tengah-tengah masyarakat. Mereka berasumsi bahwa perbaikan masyarakat akan terjadi melalui perbaikan individu-individunya semata. Padahal perbaikan masyarakat hanya akan terwujud dengan cara meluruskan kembali pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan masyarakat serta aturan-aturan yang berlaku di tengah-tengah mereka. Meluruskan dan memperbaiki aspek ini secara otomatis dapat membawa pada perbaikan seluruh anggota masyarakat. Sebab, masyarakat bukan hanya terdiri dari kumpulan individu-individu semata, tetapi juga berikut seluruh interaksi yang terjadi di antara mereka—yang berarti melibatkan segenap pemikiran dan perasaan masyarat serta hukum-hukum yang berlaku di tengah-tengah mereka.
Cara seperti inilah yang telah dilakukan Rasulullah saw. dalam melakukan transformasi sosial (mengubah masyarakat) dari masyarakat jahiliah menjadi masyarskat Islam. Beliau berusaha mengubah akidah yang berlaku pada saat itu dengan akidah Islam; mengubah pemikiran, persepsi-persepsi, dan tradisi-tradisi jahiliah dengan pemikiran-pemikiran, persepsi-persepsi, dan hukum-hukum islam. Dari sinilah perasaan masyarakat Arab dapat berubah; dari perasaan yang terikat dengan akidah, ide-ide, dan tradisi-tradisi jahiliah menjadi terikat dengan akidah, ide-ide, dan hukum-hukum Islam—hingga Allah Swt. menentukan keberhasilan beliau dalam mengubah masyarakat Madinah. Pada waktu itu, sebagian besar penduduk Madinah telah memeluk Islam, sekaligus mengadopsi ide-ide, pemahaman-pemahaman, dan hukum-hukum Islam. Pada saat itulah Rasulullah saw. beserta para sahabatnya berhijrah ke Madinah setelah terjadi Baiat Aqabah kedua. Sejak saat itu beliau mulai memberlakukan hukum-hukum Islam. Dengan begitu, terbentuklah saat itu masyarakat Islam di Madinah.
Di antara umat Islam ada juga yang menggunakan metode kekuatan fisik dan mengangkat senjata, tanpa membedakan antara dâr al-Islâm (daulah Islam) dan dâr al-kufr (negara kufur), tanpa membedakan antara metode menyampaikan dakwah dan menentang kemungkaran di masing-masing tempat tersebut. Sementara itu, negara yang sedang kita tempati saat ini adalah dâr al-kufr, karena di dalamnya diterapkan hukum-hukum kufur. Keadaan ini mirip dengan keadaan di Makkah pada saat Rasulullah saw. diutus. Cara mengemban dakwah dalam keadaan seperti ini adalah dengan dakwah secara lisan dan aktivitas politik, bukan dengan kekuatan fisik; persis seperti cara yang telah ditempuh oleh Rasulullah saw. di Makkah. Ketika itu beliau membatasi aktivitasnya hanya pada aktivitas-aktivitas dakwah secara lisan semata; beliau tidak menggunakan kekuatan fisik. Hal ini karena aktivitas dakwah beliau tidak dimaksudkan untuk mengubah penguasa yang tidak menerapkan hukum-hukum Allah Swt. di dâr al-Islâm, melainkan dimaksudkan untuk mengubah dâr al-kufr berikut pemikiran-pemikiran dan sistemnya. Semua ini dapat dilakukan dengan cara mengubah pemikiran-pemikiran dan perasaan-
persaan masyarakat serta peraturan-peraturan yang berlaku di tengah-tengah mereka, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. di Makkah. Sementara itu, dalam konteks dâr al-Islâm yang menerapkan di dalamnya hukum-hukum Allah Swt., apabila penguasanya telah terbukti menyimpang dengan mengadopsi dan memberlakukan hukum kufur secara nyata, maka wajib bagi umat Islam untuk menentang dan meluruskannya agar penguasa tersebut kembali pada hukum Islam. Akan tetapi, apabila penguasa tidak mau kembali, maka umat Islam wajib mengangkat senjata untuk memaksanya agar kembali kepada hukum yang telah diturunkan Allah. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah Saw. bersabda, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadis ‘Ubâdah ibn ash-Shâmit, “Kami tidak merampas kekuasaan dari pemiliknya, kecuali apabila kalian melihat kekufuran yang nyata, yang dapat dibuktikan disisi Allah.” (Shahih Al-Bukhârî, jilid 13, hlm. 167; Shahih Muslim no. 1709). Dalam riwayat ‘Awf ibn Mâlik, disebutkan bahwa telah ditanyakan kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, apakah tidak kita perangi saja mereka itu dengan pedang?” Beliau menjawab, “Tidak, selama mereka masih mendirikan salat.” (H.R. Muslim, no. 1855).
Mendirikan salat di sini merupakan kinayah (makna implisit) dari pelaksanaan hukum Islam. Kedua hadis ini berkaitan dengan cara meluruskan seorang penguasa Muslim di dâr al-Islâm, menjelaskan cara melaksanakan koreksi, dan menerangkan kapan harus menggunakan kekuatan fisik untuk mencegah timbulnya kekufuran yang nyata di dâr al-Islâm yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
Upaya Hizbut Tahrir untuk menegakkan kembali Daulah Khilafah dan menerapkan hukum-hukum yang telah diturunkan oleh Allah ke muka bumi terkait dengan kenyataan bahwa, Allah Swt. telah mewajibkan kepada seluruh umat Islam agar terikat dengan seluruh hukum syariat dan menjalankan pemerintahan sesuai dengan apa yang telah diturunkan Allah Swt. Semua itu tidak dapat dilakukan, kecuali dengan tegaknya Daulah Islamiyah dan diangkatnya seorang khalifah yang menerapkan Islam atas seluruh umat manusia.
Sejak Daulah Khilafah dihapuskan pada saat Perang Dunia I, umat Islam hidup tanpa naungan Daulah Islam dan tanpa menjalankan lagi pemerintahan Islam. Oleh karena itu, usaha untuk mendirikan kembali Khilafah dan memberlakukan kembali hukum yang diturunkan Allah ke muka bumi adalah sebuah kewajiban yang tegas. Kewajiban ini telah dibebankan oleh Islam kepada umat. Kewajiban ini mesti direalisasikan; tidak ada alternatif (pilihan) lain selain mengerjakannya. Masalah ini tidak boleh kita pandang sepele.
Melalaikan tugas ini adalah sebuah kemaksiatan yang sangat besar.
Allah akan menyiksa (orang-orang yang melalaikannya) dengan siksaan yang sangat berat. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Siapa saja yang mati sementara di pundaknya tidak ada baiat (kepada seorang khalifah), maka kematiannya adalah seperti kematian orang jahiliah (maksudnya, ia akan memikul dosa besar, penerj.).” (H.R. Muslim, hadis no. 1851). Bersikap pasif atau berdiam diri terhadap tugas ini sama artinya dengan melalaikan tegaknya salah satu kewajiban utama dalam Islam.
Tegaknya khilafah ini sangatlah menentukan tegaknya hukum-hukum Islam, bahkan menentukan eksistensi Islam itu sendiri di tengah-tengah kehidupan. Dalam hal ini, sebuah kaidah ushul menyebutkan, “Mâ lâ yatim al-wâjib illâ bih fa huwa wâjib.” Artinya, suatu kewajiban yang tidak dapat direalisasikan kecuali dengan adanya sesuatu berarti sesuatu itu menjadi wajib adanya.
Dengan latar belakang seperti itulah Hizbut Tahrir berdiri. Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berasaskan akidah Islam. Partai ini juga telah mengambil serta menetapkan ide-ide dan hukum-hukum Islam yang diperlukan untuk mencapai tujuannya. Partai ini telah berupaya menghindarkan dirinya dari seluruh kekurangan dan faktor-faktor kegagalan yang pernah diderita berbagai organisasi atau gerakan yang ada, yang telah berdiri untuk membangkitkan umat dengan Islam. Hizbut Tahrir telah menyadari sepenuhnya seluruh ide dan metode dakwah dengan sebuah kesadaran rasional dan mendetail sesuai dengan apa yang telah diterangkan oleh wahyu, baik yang bersumber dari Kitabullah maupun Sunnah Rasul-Nya, dan sesuai pula dengan apa yang ditunjukkan oleh dua sumber tadi, yaitu ijma sahabat dan qiyas. Hizbut Tahrir telah melakukan serangkaian penelitian yang cermat atas berbagai fakta yang terjadi dan memandangnya sebagai sasaran pemikirannya untuk diubah dan disesuaikan dengan hukum Islam. Partai ini hanya mengikuti tharîqah (metode) dakwah Rasulullah saw. di dalam perjalanannya mengemban dakwah, sejak beliau berada di Makkah sampai beliau berhasil menegakkan pemerintah Islam di Madinah. Hizbut Tahrir menjadikan akidah Islam serta ide-ide dan hukum-hukumnya sebagai ikatan yang mempersatukan seluruh anggota dan para aktivisnya.
Oleh karena itu, wajar jika partai ini dapat diterima dan didukung oleh umat Islam untuk bersama-sama berjalan dengan Hizbut Tahrir. Bahkan umat Islam memiliki kewajiban untuk menerima, mendukung, dan berjuang bersama partai. Sebab, Hizbut Tahrir merupakan satu-satunya partai yang telah memahami secara optimal ide-ide Islam; melihat dengan jelas jalan dakwahnya; menguasai permasalahan umat; serta berupaya untuk tetap konsisten mengikuti jejak Sirah Rasulullah saw.—tanpa bergeser sedikit pun dari langkah-langkah beliau dan tidak ada seorang pun yang dapat membelokkannya dari tujuan dakwahnya.
1) Adanya transfer filsafat India, Persia, dan Yunani, serta adanya upaya umat Islam untuk mengkompromikan filsafat-filsafat tersebut dengan Islam, walaupun terdapat perbedaan mendasar di antara keduanya.
2) Adanya manipulasi terhadap ajaran Islam oleh orang-orang yang membenci Islam, baik menyangkut ide-ide ataupun hukum-hukumnya, yang sebenarnya tidak berasal dari Islam. Upaya ini dimaksudkan untuk merusak citra Islam dan menjauhkan umat Islam dari Islam.
3) Diabaikannya bahasa Arab dalam memahami dan merealisasikan ajaran Islam, yang kemudian disusul dengan dipisahkan bahasa ini dari Islam pada abad ketujuh Hijriah. Padahal Islam tidak mungkin dapat dipahami tanpa bahasa Arab. Penggalian (istinbâth) hukum-hukum baru atas berbagai fakta-kejadian yang berkembang melalui jalan ijtihad jelas tidak mungkin dapat dilakukan tanpa memahami bahasa Arab. 4) Adanya gelombang serangan kaum misionaris, serangan (orientalis) dalam bidang kebudayaan, dan kemudian disusul oleh serangan secara politis (yang mendominasi dunia Islam) dari negara-negara kafir Barat, sejak abad ke-17 Masehi. Serangan-serangan tersebut bertujuan untuk memalingkan pandangan umat Islam dari Islam, menjauhkan mereka dari Islam, dan pada akhirnya menghancurkan Islam itu sendiri.
Sebab-sebab Kegagalan Umat Islam
Berbagai macam upaya untuk membangkitkan umat Islam telah banyak dilakukan. Berbagai bentuk gerakan, baik yang Islami ataupun yang tidak Islami, telah banyak pula didirikan untuk tujuan yang sama.
Namun demikian, semuanya mengalami kegagalan dan belum berhasil membangkitkan umat Islam, bahkan tidak berdaya dalam membendung arus kemerosotan umat yang fatal tersebut. Kegagalan seluruh usaha dan gerakan untuk membangkitkan kembali umat Islam atas dasar Islam disebabkan, antara lain, oleh beberapa faktor berikut ini:
1) Tidak adanya pemahaman yang rinci dan mendetail mengenai ide (fikrah) Islam pada pihak-pihak yang berupaya membangkitkan kembali umat Islam, karena mereka terpengaruh oleh berbagai faktor yang mengaburkan. Mereka mendakwahkan Islam dalam bentuk yang terlalu general (umum) dan sangat longgar. Mereka tidak berusaha menentukan ide-ide dan hukum-hukum mana yang hendak digunakan untuk membangkitkan umat. Mereka juga tidak berdaya dalam mengatasi segala macam problematika umat melalui ide-ide Islam berikut pelaksanaannya. Hal ini disebabkan oleh belum adanya gambaran yang jelas tentang ide-ide dan hukum-hukum Islam di dalam benak mereka.
Pemikiran mereka lebih banyak diilhami dan dipengaruhi oleh berbagai fakta-fakta yang ada. Mereka menjadikan fakta-fakta tersebut sebagai pijakan bagi pemikiran mereka. Mereka juga berupaya untuk menakwilkan dan menafsirkan Islam dengan penakwilan dan penafsiran yang tidak sesuai dengan apa yang tersirat dalan nash (teks al-Quran dan Sunnah). Dengan begitu, hukum-hukum Islam dipaksa untuk mengakomodasi fakta-fakta yang ada, kendati fakta-fakta tersebut nyata-nyata berlawanan secara diametral dengan Islam. Artinya, yang mereka lakukan bukanlah menjadikan fakta-fakta tersebut sebagai objek pemikiran yang harus diubah sehingga sejalan dengan hukum-hukum Islam. Oleh karena itu, tidak aneh apabila mereka senantiasa menyerukan slogan-
slogan liberalisme, demokrasi, kapitalisme, dan sosialisme. Mereka menganggap semua itu sebagai bersumber dari Islam, meskipun secara total, semua itu sangat bertentangan dengan Islam.
2) Tidak tampaknya pada benak mereka kejelasan metode (tharîqah) Islam di dalam merealisasikan serta mengaplikasikan ide-ide dan hukum-hukum Islam dalam suatu gambaran yang jelas dan sempurna. Mereka acapkali mengemban ide-ide Islam yang tidak jelas melalui media yang juga tidak terencana (terkesan spontan) dan dalam bentuk-bentuk yang sangat absurd (diliputi kesamaran). Mereka acapkali beranggapan bahwa kembalinya Islam dapat ditempuh dengan cara membangun banyak masjid, menerbitkan buku-buku Islam, mendirikan organisasi–organisasi sosial-kemanusiaan, atau hanya melalui pendidikan akhlak dan pembinaan yang bersifat individual semata. Mereka acapkali mengabaikan kondisi masyarakat yang dekaden dan tidak mempedulikan bagaimana ide-ide, hukum-hukum, dan sistem kehidupan kufur telah demikian mencengkram kuat di tengah-tengah masyarakat. Mereka berasumsi bahwa perbaikan masyarakat akan terjadi melalui perbaikan individu-individunya semata. Padahal perbaikan masyarakat hanya akan terwujud dengan cara meluruskan kembali pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan masyarakat serta aturan-aturan yang berlaku di tengah-tengah mereka. Meluruskan dan memperbaiki aspek ini secara otomatis dapat membawa pada perbaikan seluruh anggota masyarakat. Sebab, masyarakat bukan hanya terdiri dari kumpulan individu-individu semata, tetapi juga berikut seluruh interaksi yang terjadi di antara mereka—yang berarti melibatkan segenap pemikiran dan perasaan masyarat serta hukum-hukum yang berlaku di tengah-tengah mereka.
Cara seperti inilah yang telah dilakukan Rasulullah saw. dalam melakukan transformasi sosial (mengubah masyarakat) dari masyarakat jahiliah menjadi masyarskat Islam. Beliau berusaha mengubah akidah yang berlaku pada saat itu dengan akidah Islam; mengubah pemikiran, persepsi-persepsi, dan tradisi-tradisi jahiliah dengan pemikiran-pemikiran, persepsi-persepsi, dan hukum-hukum islam. Dari sinilah perasaan masyarakat Arab dapat berubah; dari perasaan yang terikat dengan akidah, ide-ide, dan tradisi-tradisi jahiliah menjadi terikat dengan akidah, ide-ide, dan hukum-hukum Islam—hingga Allah Swt. menentukan keberhasilan beliau dalam mengubah masyarakat Madinah. Pada waktu itu, sebagian besar penduduk Madinah telah memeluk Islam, sekaligus mengadopsi ide-ide, pemahaman-pemahaman, dan hukum-hukum Islam. Pada saat itulah Rasulullah saw. beserta para sahabatnya berhijrah ke Madinah setelah terjadi Baiat Aqabah kedua. Sejak saat itu beliau mulai memberlakukan hukum-hukum Islam. Dengan begitu, terbentuklah saat itu masyarakat Islam di Madinah.
Di antara umat Islam ada juga yang menggunakan metode kekuatan fisik dan mengangkat senjata, tanpa membedakan antara dâr al-Islâm (daulah Islam) dan dâr al-kufr (negara kufur), tanpa membedakan antara metode menyampaikan dakwah dan menentang kemungkaran di masing-masing tempat tersebut. Sementara itu, negara yang sedang kita tempati saat ini adalah dâr al-kufr, karena di dalamnya diterapkan hukum-hukum kufur. Keadaan ini mirip dengan keadaan di Makkah pada saat Rasulullah saw. diutus. Cara mengemban dakwah dalam keadaan seperti ini adalah dengan dakwah secara lisan dan aktivitas politik, bukan dengan kekuatan fisik; persis seperti cara yang telah ditempuh oleh Rasulullah saw. di Makkah. Ketika itu beliau membatasi aktivitasnya hanya pada aktivitas-aktivitas dakwah secara lisan semata; beliau tidak menggunakan kekuatan fisik. Hal ini karena aktivitas dakwah beliau tidak dimaksudkan untuk mengubah penguasa yang tidak menerapkan hukum-hukum Allah Swt. di dâr al-Islâm, melainkan dimaksudkan untuk mengubah dâr al-kufr berikut pemikiran-pemikiran dan sistemnya. Semua ini dapat dilakukan dengan cara mengubah pemikiran-pemikiran dan perasaan-
persaan masyarakat serta peraturan-peraturan yang berlaku di tengah-tengah mereka, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. di Makkah. Sementara itu, dalam konteks dâr al-Islâm yang menerapkan di dalamnya hukum-hukum Allah Swt., apabila penguasanya telah terbukti menyimpang dengan mengadopsi dan memberlakukan hukum kufur secara nyata, maka wajib bagi umat Islam untuk menentang dan meluruskannya agar penguasa tersebut kembali pada hukum Islam. Akan tetapi, apabila penguasa tidak mau kembali, maka umat Islam wajib mengangkat senjata untuk memaksanya agar kembali kepada hukum yang telah diturunkan Allah. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah Saw. bersabda, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadis ‘Ubâdah ibn ash-Shâmit, “Kami tidak merampas kekuasaan dari pemiliknya, kecuali apabila kalian melihat kekufuran yang nyata, yang dapat dibuktikan disisi Allah.” (Shahih Al-Bukhârî, jilid 13, hlm. 167; Shahih Muslim no. 1709). Dalam riwayat ‘Awf ibn Mâlik, disebutkan bahwa telah ditanyakan kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, apakah tidak kita perangi saja mereka itu dengan pedang?” Beliau menjawab, “Tidak, selama mereka masih mendirikan salat.” (H.R. Muslim, no. 1855).
Mendirikan salat di sini merupakan kinayah (makna implisit) dari pelaksanaan hukum Islam. Kedua hadis ini berkaitan dengan cara meluruskan seorang penguasa Muslim di dâr al-Islâm, menjelaskan cara melaksanakan koreksi, dan menerangkan kapan harus menggunakan kekuatan fisik untuk mencegah timbulnya kekufuran yang nyata di dâr al-Islâm yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
Upaya Hizbut Tahrir untuk menegakkan kembali Daulah Khilafah dan menerapkan hukum-hukum yang telah diturunkan oleh Allah ke muka bumi terkait dengan kenyataan bahwa, Allah Swt. telah mewajibkan kepada seluruh umat Islam agar terikat dengan seluruh hukum syariat dan menjalankan pemerintahan sesuai dengan apa yang telah diturunkan Allah Swt. Semua itu tidak dapat dilakukan, kecuali dengan tegaknya Daulah Islamiyah dan diangkatnya seorang khalifah yang menerapkan Islam atas seluruh umat manusia.
Sejak Daulah Khilafah dihapuskan pada saat Perang Dunia I, umat Islam hidup tanpa naungan Daulah Islam dan tanpa menjalankan lagi pemerintahan Islam. Oleh karena itu, usaha untuk mendirikan kembali Khilafah dan memberlakukan kembali hukum yang diturunkan Allah ke muka bumi adalah sebuah kewajiban yang tegas. Kewajiban ini telah dibebankan oleh Islam kepada umat. Kewajiban ini mesti direalisasikan; tidak ada alternatif (pilihan) lain selain mengerjakannya. Masalah ini tidak boleh kita pandang sepele.
Melalaikan tugas ini adalah sebuah kemaksiatan yang sangat besar.
Allah akan menyiksa (orang-orang yang melalaikannya) dengan siksaan yang sangat berat. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Siapa saja yang mati sementara di pundaknya tidak ada baiat (kepada seorang khalifah), maka kematiannya adalah seperti kematian orang jahiliah (maksudnya, ia akan memikul dosa besar, penerj.).” (H.R. Muslim, hadis no. 1851). Bersikap pasif atau berdiam diri terhadap tugas ini sama artinya dengan melalaikan tegaknya salah satu kewajiban utama dalam Islam.
Tegaknya khilafah ini sangatlah menentukan tegaknya hukum-hukum Islam, bahkan menentukan eksistensi Islam itu sendiri di tengah-tengah kehidupan. Dalam hal ini, sebuah kaidah ushul menyebutkan, “Mâ lâ yatim al-wâjib illâ bih fa huwa wâjib.” Artinya, suatu kewajiban yang tidak dapat direalisasikan kecuali dengan adanya sesuatu berarti sesuatu itu menjadi wajib adanya.
Dengan latar belakang seperti itulah Hizbut Tahrir berdiri. Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berasaskan akidah Islam. Partai ini juga telah mengambil serta menetapkan ide-ide dan hukum-hukum Islam yang diperlukan untuk mencapai tujuannya. Partai ini telah berupaya menghindarkan dirinya dari seluruh kekurangan dan faktor-faktor kegagalan yang pernah diderita berbagai organisasi atau gerakan yang ada, yang telah berdiri untuk membangkitkan umat dengan Islam. Hizbut Tahrir telah menyadari sepenuhnya seluruh ide dan metode dakwah dengan sebuah kesadaran rasional dan mendetail sesuai dengan apa yang telah diterangkan oleh wahyu, baik yang bersumber dari Kitabullah maupun Sunnah Rasul-Nya, dan sesuai pula dengan apa yang ditunjukkan oleh dua sumber tadi, yaitu ijma sahabat dan qiyas. Hizbut Tahrir telah melakukan serangkaian penelitian yang cermat atas berbagai fakta yang terjadi dan memandangnya sebagai sasaran pemikirannya untuk diubah dan disesuaikan dengan hukum Islam. Partai ini hanya mengikuti tharîqah (metode) dakwah Rasulullah saw. di dalam perjalanannya mengemban dakwah, sejak beliau berada di Makkah sampai beliau berhasil menegakkan pemerintah Islam di Madinah. Hizbut Tahrir menjadikan akidah Islam serta ide-ide dan hukum-hukumnya sebagai ikatan yang mempersatukan seluruh anggota dan para aktivisnya.
Oleh karena itu, wajar jika partai ini dapat diterima dan didukung oleh umat Islam untuk bersama-sama berjalan dengan Hizbut Tahrir. Bahkan umat Islam memiliki kewajiban untuk menerima, mendukung, dan berjuang bersama partai. Sebab, Hizbut Tahrir merupakan satu-satunya partai yang telah memahami secara optimal ide-ide Islam; melihat dengan jelas jalan dakwahnya; menguasai permasalahan umat; serta berupaya untuk tetap konsisten mengikuti jejak Sirah Rasulullah saw.—tanpa bergeser sedikit pun dari langkah-langkah beliau dan tidak ada seorang pun yang dapat membelokkannya dari tujuan dakwahnya.
Tujuan Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir memiliki dua tujuan: (1) melangsungkan kehidupan Islam; (2)
mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini berarti mengajak umat
Islam agar kembali hidup secara Islami di dâr al-Islam dan di dalam lingkungan
masyarakat Islam. Tujuan ini berarti pula menjadikan seluruh aktivitas kehidupan
diatur sesuai dengan hukum-hukum syariat serta menjadikan seluruh pandangan
hidup dilandaskan pada standar halal dan haram di bawah naungan dawlah Islam.
Dawlah ini adalah dawlah-khilâfah yang dipimpin oleh seorang khalifah yang diangkat
dan dibaiat oleh umat Islam untuk didengar dan ditaati. Khalifah yang telah diangkat
berkewajiban untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah
Rasul-Nya serta mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah
dan jihad.
Di samping itu, aktivitas Hizbut Tahrir dimaksudkan untuk membangkitkan kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar melalui pemikiran yang tercerahkan. Hizbut Tahrir berusaha untuk mengembalikan posisi umat Islam ke masa kejayaan dan keemasannya, yakni tatkala umat dapat mengambil alih kendali negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini. Hizbut Tahrir juga berupaya agar umat dapat menjadikan kembali dawlah Islam sebagai negara terkemuka di dunia—sebagaimana yang telah terjadi di masa silam; sebuah negara yang mampu mengendalikan dunia ini sesuai dengan hukum Islam.
Partai ini juga bertujuan untuk menyampaikan hidayah (petunjuk syariat) bagi umat manusia; memimpin umat Islam untuk menentang kekufuran berikut ide-ide dan sistem perundang-undangannya secara menyeluruh, sehingga Islam dapat menyelimuti bumi ini.
Di samping itu, aktivitas Hizbut Tahrir dimaksudkan untuk membangkitkan kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar melalui pemikiran yang tercerahkan. Hizbut Tahrir berusaha untuk mengembalikan posisi umat Islam ke masa kejayaan dan keemasannya, yakni tatkala umat dapat mengambil alih kendali negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini. Hizbut Tahrir juga berupaya agar umat dapat menjadikan kembali dawlah Islam sebagai negara terkemuka di dunia—sebagaimana yang telah terjadi di masa silam; sebuah negara yang mampu mengendalikan dunia ini sesuai dengan hukum Islam.
Partai ini juga bertujuan untuk menyampaikan hidayah (petunjuk syariat) bagi umat manusia; memimpin umat Islam untuk menentang kekufuran berikut ide-ide dan sistem perundang-undangannya secara menyeluruh, sehingga Islam dapat menyelimuti bumi ini.
Keanggotaan Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir menerima anggota dari kalangan umat Islam, baik pria maupun
wanita, tanpa memperhatikan lagi apakah mereka keturunan Arab atau bukan, berkulit
putih ataupun hitam. Hizbut Tahrir adalah sebuah partai untuk seluruh umat Islam.
Partai ini menyerukan kepada umat untuk mengemban dakwah Islam serta mengambil
dan menetapkan seluruh aturan-aturannya tanpa memandang lagi ras-ras kebangsaan,
warna kulit, maupun mazhab-mazhab mereka. Hizbut Tahrir melihat semuanya dari
pandangan Islam.
Para anggota dan aktivis Hizbut Tahrir dipersatukan dan diikat oleh akidah Islam, kematangan mereka dalam penguasaan ide-ide (Islam) yang diemban oleh Hizbut Tahrir, serta komitmen mereka untuk mengadopsi ide-ide dan pendapat-pendapat Hizbut Tahrir. Mereka sendirilah yang mengharuskan dirinya menjadi anggota Hizbut Tahrir, setelah sebelumnya ia terlibat secara intens dengan Hizb; berinteraksi langsung dengan dakwah bersama Hizb; serta mengadopsi ide-ide dan pendapat-pendapat Hizb. Dengan kata lain, ikatan yang mengikat para anggota dan aktivis Hizbut Tahrir adalah akidah Islam dan tsaqâfah (ide-ide) Hizb yang sepenuhnya diambil dari dari akidah ini.
Halaqah-halaqah atau pembinaan wanita di dalam tubuh Hizbut Tahrir terpisah deri halaqah-halaqah pria. Yang memimpin halaqah-halaqah wanita adalah para suami, para muhrimnya, atau sesama wanita.
Para anggota dan aktivis Hizbut Tahrir dipersatukan dan diikat oleh akidah Islam, kematangan mereka dalam penguasaan ide-ide (Islam) yang diemban oleh Hizbut Tahrir, serta komitmen mereka untuk mengadopsi ide-ide dan pendapat-pendapat Hizbut Tahrir. Mereka sendirilah yang mengharuskan dirinya menjadi anggota Hizbut Tahrir, setelah sebelumnya ia terlibat secara intens dengan Hizb; berinteraksi langsung dengan dakwah bersama Hizb; serta mengadopsi ide-ide dan pendapat-pendapat Hizb. Dengan kata lain, ikatan yang mengikat para anggota dan aktivis Hizbut Tahrir adalah akidah Islam dan tsaqâfah (ide-ide) Hizb yang sepenuhnya diambil dari dari akidah ini.
Halaqah-halaqah atau pembinaan wanita di dalam tubuh Hizbut Tahrir terpisah deri halaqah-halaqah pria. Yang memimpin halaqah-halaqah wanita adalah para suami, para muhrimnya, atau sesama wanita.
Aktivitas Hizbut Tahrir
Aktivitas Hizbut Tahrir adalah mengemban dakwah Islam dalam rangka
melakukan transformasi sosial di tengah-tengah situasi masyarakat yang rusak
sehingga diubah menjadi masyarakat Islam. Upaya ini ditempuh dengan tiga cara: (1)
Mengubah ide-ide yang ada saat ini menjadi ide-ide Islam. Dengan begitu, ide-ide
Islam diharapkan dapat menjadi opini umum di tengah-tengah masyarakat, sekaligus
menjadi persepsi mereka yang akan mendorong mereka untuk merealisasikan dan
mengaplikasikan ide-ide tersebut sesuai dengan tuntutan Islam. (2) Mengubah
perasaan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat menjadi perasaan Islam.
Dengan begitu, mereka diharapkan dapat bersikap ridha terhadap semua perkara yang
diridhai Allah, dan sebaliknya, marah dan benci terhadap semua hal yang dimurkai
dan dibenci oleh Allah. (3) Mengubah interaksi-interaksi yang terjadi di tengah
masyarakat menjadi interaksi-interaksi yang Islami, yang berjalan sesuai dengan
hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya.
Seluruh aktivitas atau upaya yang dilakukan Hizbut Tahrir di atas adalah aktivitas atau upaya yang bersifat politis—dalam makna yang sesungguhnya, penerj. Artinya, Hizbut Tahrir menyelesaikan urusan-urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum serta pemecahannya secara syar‘î. Sebab, secara syar‘î, politik tidak lain mengurus dan memelihara urusan-urusan masyarakat (umat) sesuai dengan hukum-
hukum Islam dan pemecahannya.
Aktivitas-aktivitas Hizbut Tahrir yang bersifat politik ini tampak jelas dalam upayanya mendidik dan membina umat dengan tsaqâfah (ide-ide) Islam agar umat meleburkan dirinya dengan Islam; membebaskan umat dari dominasi akidah-akidah yang destruktif, pemikiran-pemikiran yang salah, dan persepsi-persepsi yang keliru; serta menyelamatkan umat dari pengaruh ide-ide dan pandangan-pandangan yang kufur. Aktivitas politik Hizbut Tahrir ini juga tampak dalam upayanya melakukan pergolakan pemikiran dan perjuangan politiknya. Pergolakan pemikiran Hizbut Tahrir ini dapat terlihat dalam upayanya untuk senantiasa melakukan perlawanan terhadap ide-ide dan aturan-aturan kufur serta penentangannya terhadap ideide yang salah, akidah-akidah yang rusak, atau pemahaman-pemahaman yang keliru. Semua itu dilakukan dengan berupaya membongkar kerusakannya, menampakkan kekeliruannya, dan menjelaskan solusi hukum-hukum Islam dalam masalah tersebut.
Sementara itu, perjuangan politik Hizbut Tahrir dapat terlihat dalam upayanya menentang orang-orang kafir imperialis dalam rangka melepaskan umat Islam dari belenggu kekuasaan mereka, membebaskan umat Islam dari tekanan dan pengaruhnya, serta mencabut akar-akar pemikiran, kebudayaan, politik, ekonomi, maupun militer dari seluruh negeri-negeri Islam.
Perjuangan politik Hizbut Tahrir juga tampak jelas dalam upayanya menentang para penguasa; membongkar pengkhianatan dan persekongkolan mereka terhadap umat Islam; serta melancarkan kritik, kontrol, dan koreksi terhadap mereka. Hizbut Tahrir berusaha mengubah para penguasa apabila mereka melanggar hak-hak umat atau mereka tidak menjalankan kewajibannya terhadap umat, juga apabila mereka melalaikan salah satu urusan umat atau mereka menyalahi hukum-hukum Islam.
Dengan demikian, aktivitas Hizbut Tahrir secara keseluruhan merupakan aktivitas yang bersifat politik, baik di lingkungan sistem kekuasaan yang tidak Islami ataupun di dalam naungan sistem pemerintahan Islam. Artinya, aktivitas Hizbut Tahrir tidak hanya terbatas pada aspek pendidikan. Hizbut Tahrir bukanlah madrasah atau sekolahan. Aktivitas partai ini juga tidak terfokus pada seruan-seruan dan nasihat-
nasihat yang bersifat umum. Akan tetapi, aktivitasnya secara keseluruhan bersifat politis; Hizbut Tahrir berupaya menyampaikan ide-ide dan hukum-hukum Islam untuk direalisasikan, diemban, dan diwujudkan dalam realitas kehidupan umat dan negara.
Hizbut Tahrir mengemban dakwah Islam agar Islam dapat diterapkan dalam realitas kehidupan; agar akidah Islam menjadi dasar negara dan sekaligus landasan konstitusi dan undang-undang. Sebab, akidah Islam adalah akidah yang bersifat rasional (‘aqîdah ‘aqliyyah) dan sekaligus akidah yang bersifat politis (‘aqîdah siyâsiyah); akidah yang telah menderivasikan (menurunkan) aturan-aturan yang mampu menjadi solusi atas segenap problematika yang dihadapi manusia secara keseluruhan, baik di bidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan lain-lain.
Seluruh aktivitas atau upaya yang dilakukan Hizbut Tahrir di atas adalah aktivitas atau upaya yang bersifat politis—dalam makna yang sesungguhnya, penerj. Artinya, Hizbut Tahrir menyelesaikan urusan-urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum serta pemecahannya secara syar‘î. Sebab, secara syar‘î, politik tidak lain mengurus dan memelihara urusan-urusan masyarakat (umat) sesuai dengan hukum-
hukum Islam dan pemecahannya.
Aktivitas-aktivitas Hizbut Tahrir yang bersifat politik ini tampak jelas dalam upayanya mendidik dan membina umat dengan tsaqâfah (ide-ide) Islam agar umat meleburkan dirinya dengan Islam; membebaskan umat dari dominasi akidah-akidah yang destruktif, pemikiran-pemikiran yang salah, dan persepsi-persepsi yang keliru; serta menyelamatkan umat dari pengaruh ide-ide dan pandangan-pandangan yang kufur. Aktivitas politik Hizbut Tahrir ini juga tampak dalam upayanya melakukan pergolakan pemikiran dan perjuangan politiknya. Pergolakan pemikiran Hizbut Tahrir ini dapat terlihat dalam upayanya untuk senantiasa melakukan perlawanan terhadap ide-ide dan aturan-aturan kufur serta penentangannya terhadap ideide yang salah, akidah-akidah yang rusak, atau pemahaman-pemahaman yang keliru. Semua itu dilakukan dengan berupaya membongkar kerusakannya, menampakkan kekeliruannya, dan menjelaskan solusi hukum-hukum Islam dalam masalah tersebut.
Sementara itu, perjuangan politik Hizbut Tahrir dapat terlihat dalam upayanya menentang orang-orang kafir imperialis dalam rangka melepaskan umat Islam dari belenggu kekuasaan mereka, membebaskan umat Islam dari tekanan dan pengaruhnya, serta mencabut akar-akar pemikiran, kebudayaan, politik, ekonomi, maupun militer dari seluruh negeri-negeri Islam.
Perjuangan politik Hizbut Tahrir juga tampak jelas dalam upayanya menentang para penguasa; membongkar pengkhianatan dan persekongkolan mereka terhadap umat Islam; serta melancarkan kritik, kontrol, dan koreksi terhadap mereka. Hizbut Tahrir berusaha mengubah para penguasa apabila mereka melanggar hak-hak umat atau mereka tidak menjalankan kewajibannya terhadap umat, juga apabila mereka melalaikan salah satu urusan umat atau mereka menyalahi hukum-hukum Islam.
Dengan demikian, aktivitas Hizbut Tahrir secara keseluruhan merupakan aktivitas yang bersifat politik, baik di lingkungan sistem kekuasaan yang tidak Islami ataupun di dalam naungan sistem pemerintahan Islam. Artinya, aktivitas Hizbut Tahrir tidak hanya terbatas pada aspek pendidikan. Hizbut Tahrir bukanlah madrasah atau sekolahan. Aktivitas partai ini juga tidak terfokus pada seruan-seruan dan nasihat-
nasihat yang bersifat umum. Akan tetapi, aktivitasnya secara keseluruhan bersifat politis; Hizbut Tahrir berupaya menyampaikan ide-ide dan hukum-hukum Islam untuk direalisasikan, diemban, dan diwujudkan dalam realitas kehidupan umat dan negara.
Hizbut Tahrir mengemban dakwah Islam agar Islam dapat diterapkan dalam realitas kehidupan; agar akidah Islam menjadi dasar negara dan sekaligus landasan konstitusi dan undang-undang. Sebab, akidah Islam adalah akidah yang bersifat rasional (‘aqîdah ‘aqliyyah) dan sekaligus akidah yang bersifat politis (‘aqîdah siyâsiyah); akidah yang telah menderivasikan (menurunkan) aturan-aturan yang mampu menjadi solusi atas segenap problematika yang dihadapi manusia secara keseluruhan, baik di bidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan lain-lain.
Medan Dakwah Hizbut Tahrir
Walaupun Islam adalah mabda’ (ideologi) yang bersifat universal, tetapi metode
Islam tidak menetapkan keharusan untuk mengawali upaya menegakkan ideologi
tersebut di setiap negeri. Memang benar, dakwah wajib disampaikan ke seluruh
pelosok dunia, tetapi pusat gerakan tentu haruslah difokuskan pada satu atau beberapa
negeri saja, sehingga gerakan yang ada dapat dikonsentrasikan pada tegaknya dawlah
Islam.
Sesungguhnya dunia secara keseluruhan merupakan medan yang layak untuk dakwah Islam. Namun demikian, karena negeri-negeri Islam mayoritas penduduknya telah memeluk Islam, wajarlah apabila dakwah bertolak dari sini. Selain itu, karena negeri-negeri Arab, sebagai bagian dari negeri-negeri Islam, mayoritas penduduknya berbicara dengan bahasa Arab—yang merupakan bahasa al-Quran dan Sunnah dan bagian terpenting dalam Islam serta menjadi unsur pokok dalam khazanah peradaban (tsaqâfah) Islam—maka dakwah Islam lebih utama untuk dimulai di sini. Lebih dari itu, karena Hizbut Tahrir sendiri lahir dan berkembang negeri Arab serta telah mengemban dakwah di sebagian negeri-negeri Arab, kemudian dakwahnya mulai meluas secara alami sehingga gerakannya menyebar di banyak negeri Arab dan di sebagian negeri Islam non-Arab.
Sesungguhnya dunia secara keseluruhan merupakan medan yang layak untuk dakwah Islam. Namun demikian, karena negeri-negeri Islam mayoritas penduduknya telah memeluk Islam, wajarlah apabila dakwah bertolak dari sini. Selain itu, karena negeri-negeri Arab, sebagai bagian dari negeri-negeri Islam, mayoritas penduduknya berbicara dengan bahasa Arab—yang merupakan bahasa al-Quran dan Sunnah dan bagian terpenting dalam Islam serta menjadi unsur pokok dalam khazanah peradaban (tsaqâfah) Islam—maka dakwah Islam lebih utama untuk dimulai di sini. Lebih dari itu, karena Hizbut Tahrir sendiri lahir dan berkembang negeri Arab serta telah mengemban dakwah di sebagian negeri-negeri Arab, kemudian dakwahnya mulai meluas secara alami sehingga gerakannya menyebar di banyak negeri Arab dan di sebagian negeri Islam non-Arab.
Landasan Pemikiran Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir selama ini melakukan serangkaian pengkajian, penelitian, dan
studi terhadap keadaan umat dan kemerosotan yang dideritanya. Pada saat yang sama,
Hizbut Tahrir juga melakukan serangkaian penelaahan—sebagai perbandingan,
penerj.—terhadap situasi masa Rasulullah saw., masa Khulafaur Rasyidin, dan masa
tâbi‘în. Upaya ini dilakukan dengan senantiasa merujuk pada Sirah Rasulullah saw.
dan metode beliau dalam mengemban dakwah (sejak awal hingga beliau berhasil
mendirikan Daulah Islam di Madinah), serta dengan melakukan studi tentang
bagaimana perjalanan hidup beliau di Madinah. Upaya ini juga dilakukan dengan
senantiasa merujuk pada Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang ditunjukkan
oleh keduanya, yakni Ijma Sahabat dan Qiyas, di samping merujuk pula pada berbagai
pendapat para imam mujtahid.
Setelah melakukan serangkaian upaya di atas, Hizbut Tahrir lalu memilih dan
menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat, dan hukum-hukum; baik secara konseptual
(fikrah) maupun metode operasionalnya (thariqah). Semua itu merupakan ide-ide,
pendapat-pendapat, dan hukum-hukum Islam semata; tidak ada satu pun yang tidak
Islami; tidak pula dipengaruhi oleh sesuatu yang tidak bersumber dari Islam.
Semuanya bersumber secara utuh dan murni dari Islam, tidak bersandar pada dasar-
dasar selain Islam dan nash-nash syariatnya. Selain itu, partai ini senantiasa bersandar pada pemikiran (akal sehat) dalam menetapakan semua itu.
Hizbut Tahrir telah memilih dan menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat, dan hukum-hukum tersebut sesuai dengan ketentuan yang diperlukan dalam perjuangannya. Semua itu adalah dalam rangka melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia, dengan cara mendirikan kembali dawlah-khilafah dan mengangkat seorang khalifah.
Ide-ide, pendapat-pendapat, dan hukum-hukum yang telah dipilih dan ditetapkan oleh Hizbut Tahrir telah dihimpun di dalam buku-buku (baik yang dijadikan sebagai materi pokok pembinaan ataupun sebagai materi pelengkap) dan sejumlah selebaran. Semua itu telah diterbitkan dan disebarkan di tengah-tengah umat. Berikut ini adalah beberapa buku yang telah diterbitkan oleh Hizbut Tahrir, yaitu :
1) Kitab Nizhâm al-Islâm (Islam Struktural).
2) Kitab Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm (Sistem Pemerintahan Islam).
3) Kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm (Sistem Ekonomi Islam).
4) Kitab An-Nizhâm al-Ijtimâ‘î fî al-Islâm (Sistem Pergaulan Pria-Wanita dalam Islam).
5) Kitab At-Takattul al-Hizbî (Politik Partai: Strategi Partai Politik Islam).
6) Kitab Mafâhm Hizbut Tahrîr (Pokok-pokok Pikiran Hizbut Tahrir).
7) Kitab Ad-Dawlah al-Islamiyyah (Daulah Islam).
8) Kitab Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah (Membentuk Kepribadian Islam, tiga jilid).
9) Kitab Mafâhîm Siyâsah li Hizbut Tahrir (Pokok-pokok Pikiran Politik Hizbut Tahrir).
10) Kitab Nadharât Siyâsiyah li Hizbut Tahrir (Beberapa Pandangan Politik menurut Hizbut Tahrir).
11) Kitab Muqaddimah ad-Dustûr (Pengantar Undang-undang Negara Islam)
12) Kitab Al-Khilâfah (Khilafah).
13) Kitab Kayfa Hudimat al-Khilâfah (Dekonstruksi Khilafah: Skenario di Balik Runtuhnya Khilafah Islam).
14) Kitab Nizhâm al-‘Uqûbât (Sistem Peradilan Islam).
15) Kitab Ahkâm al-Bayyinât (Hukum-hukum Pembuktian dalam Pengadilan)
16) Kitab Naqd al-Isytirâkiyyah al-Marksiyah (Kritik atas Sosialisme-Marxis).
17) Kitab At-Tafkîr (Nalar Islam: Membangun Daya Pikir).
18) Kitab Sur‘ah al-Badîhah (Mempercepat Proses Berpikir).
19) Kitab Al-Fikr al-Islâmî (Bunga Rampai Pemikiran Islam).
20) Kitab Naqd an-Nadhariyah al-Iltizâmi fî Qawânîn al-Gharbiyyah (Kritik atas Teori
Stipulasi dalam Undang-undang Barat).
21) Kitab Nidâ’ Hâr (Panggilan Hangat dari Hizbut Tahrir untuk Umat Islam).
22) Kitab As-Siyâsah al-Iqtishâdhiyyah al-Mutsla (Politik-Ekonomi Islam).
23) Kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah (Sistem Keuangan dalam Negara Khilafah).
Di samping itu, terdapat ribuan selebaran-selebaran, buklet-buklet, dan diktat-diktat (surat-surat terbuka kepada para penguasa dan pemimpin gerakan politik) yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir sejak berdirinya sampai sekarang.
dasar selain Islam dan nash-nash syariatnya. Selain itu, partai ini senantiasa bersandar pada pemikiran (akal sehat) dalam menetapakan semua itu.
Hizbut Tahrir telah memilih dan menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat, dan hukum-hukum tersebut sesuai dengan ketentuan yang diperlukan dalam perjuangannya. Semua itu adalah dalam rangka melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia, dengan cara mendirikan kembali dawlah-khilafah dan mengangkat seorang khalifah.
Ide-ide, pendapat-pendapat, dan hukum-hukum yang telah dipilih dan ditetapkan oleh Hizbut Tahrir telah dihimpun di dalam buku-buku (baik yang dijadikan sebagai materi pokok pembinaan ataupun sebagai materi pelengkap) dan sejumlah selebaran. Semua itu telah diterbitkan dan disebarkan di tengah-tengah umat. Berikut ini adalah beberapa buku yang telah diterbitkan oleh Hizbut Tahrir, yaitu :
1) Kitab Nizhâm al-Islâm (Islam Struktural).
2) Kitab Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm (Sistem Pemerintahan Islam).
3) Kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm (Sistem Ekonomi Islam).
4) Kitab An-Nizhâm al-Ijtimâ‘î fî al-Islâm (Sistem Pergaulan Pria-Wanita dalam Islam).
5) Kitab At-Takattul al-Hizbî (Politik Partai: Strategi Partai Politik Islam).
6) Kitab Mafâhm Hizbut Tahrîr (Pokok-pokok Pikiran Hizbut Tahrir).
7) Kitab Ad-Dawlah al-Islamiyyah (Daulah Islam).
8) Kitab Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah (Membentuk Kepribadian Islam, tiga jilid).
9) Kitab Mafâhîm Siyâsah li Hizbut Tahrir (Pokok-pokok Pikiran Politik Hizbut Tahrir).
10) Kitab Nadharât Siyâsiyah li Hizbut Tahrir (Beberapa Pandangan Politik menurut Hizbut Tahrir).
11) Kitab Muqaddimah ad-Dustûr (Pengantar Undang-undang Negara Islam)
12) Kitab Al-Khilâfah (Khilafah).
13) Kitab Kayfa Hudimat al-Khilâfah (Dekonstruksi Khilafah: Skenario di Balik Runtuhnya Khilafah Islam).
14) Kitab Nizhâm al-‘Uqûbât (Sistem Peradilan Islam).
15) Kitab Ahkâm al-Bayyinât (Hukum-hukum Pembuktian dalam Pengadilan)
16) Kitab Naqd al-Isytirâkiyyah al-Marksiyah (Kritik atas Sosialisme-Marxis).
17) Kitab At-Tafkîr (Nalar Islam: Membangun Daya Pikir).
18) Kitab Sur‘ah al-Badîhah (Mempercepat Proses Berpikir).
19) Kitab Al-Fikr al-Islâmî (Bunga Rampai Pemikiran Islam).
20) Kitab Naqd an-Nadhariyah al-Iltizâmi fî Qawânîn al-Gharbiyyah (Kritik atas Teori
Stipulasi dalam Undang-undang Barat).
21) Kitab Nidâ’ Hâr (Panggilan Hangat dari Hizbut Tahrir untuk Umat Islam).
22) Kitab As-Siyâsah al-Iqtishâdhiyyah al-Mutsla (Politik-Ekonomi Islam).
23) Kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah (Sistem Keuangan dalam Negara Khilafah).
Di samping itu, terdapat ribuan selebaran-selebaran, buklet-buklet, dan diktat-diktat (surat-surat terbuka kepada para penguasa dan pemimpin gerakan politik) yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir sejak berdirinya sampai sekarang.
Website Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir Media Office Hizbut Tahrir Bangladesh Hizbut Tahrir Denmark Hizbut Tahrir Pusat Hizbut Tahrir Pakistan Hizbut Tahrir Jerman Hizbut Tahrir Palestina Hizbut Tahrir Malaysia Hizbut Tahrir Perancis Hizbut Tahrir Indonesia Hizbut Tahrir Belanda Al Aqsa Baitul Maqdis Hizbut Tahrir Australia Hizbut Tahrir Inggris Khilafah Movement
Hizbut Tahrir FAQ
Apa itu Hizbut Tahrir?
Hizbut Tahrir adalah organisasi politik Islam global yang didirikan pada 1953 di bawah pimpinan pendirinya – seorang ulama, pemikir, politisi ulung, dan hakim Pengadilan Banding di al-Quds (Yerusalem), Taqiuddin an-Nabhani. Hizbut Tahrir beraktivitas di seluruh lapisan masyarakat di Dunia Islam mengajak kaum Muslim untuk melanjutkan kehidupan Islam di bawah naungan Negara Khilafah.
Hizbut Tahrir adalah organisasi politik Islam global yang didirikan pada 1953 di bawah pimpinan pendirinya – seorang ulama, pemikir, politisi ulung, dan hakim Pengadilan Banding di al-Quds (Yerusalem), Taqiuddin an-Nabhani. Hizbut Tahrir beraktivitas di seluruh lapisan masyarakat di Dunia Islam mengajak kaum Muslim untuk melanjutkan kehidupan Islam di bawah naungan Negara Khilafah.
Hizbut
Tahrir beraktivitas di seluruh dunia Islam untuk memperkuat komunitas
Muslim yang hidup secara islami dalam pikiran dan perbuatannya, dengan
terikat pada hukum-hukum Islam dan menciptakan identitas Islam yang
kuat. Hizbut Tahrir juga beraktivitas bersama-sama komunitas Muslim di
Barat untuk mengingatkan mereka agar menyambut seruan perjuangan
mengembalikan Khilafah dan menyatukan kembali umat Islam secara global.
Hizbut Tahrir juga berupaya menjelaskan citra Islam yang positif kepada
masyarakat Barat dan terlibat dalam dialog dengan para pemikir, pembuat
kebijakan dan akademisi Barat.
Mengapa Hizbut Tahrir menyebut dirinya sebagai “partai politik Islam”?
Berbeda
dengan tradisi sekular, dalam Islam tidak ada dikotomi antara agama dan
politik. Aktivitas yang Hizbut Tahrir lakukan adalah aktivitas politik,
karena dengan aktivitas ini Hizbut Tahrir berupaya memelihara
kemaslahatan umat sesuai dengan hukum-hukum dan solusi-solusi Islam;
Islam memandang politik sebagai aktivitas memelihara kepentingan
masyarakat dengan aturan dan solusi Islam.
Apa metodologi Hizbut Tahrir?
Hizbut
Tahrir mengadopsi metodologi yang digunakan oleh Nabi Muhammad saw
untuk mendirikan Negara Islam pertama di Madinah. Nabi Muhammad saw
membatasi aktivitas penegakan Negara Islam pada ranah intelektual dan
politik. Beliau saw mendirikan negara Islam tanpa menempuh jalan
kekerasan. Beliau saw berjuang memobilisasi opini publik agar mendukung
Islam dan berupaya mempengaruhi kelompok elit intelektual dan politik
pada masanya. Meskipun mengalami beragam penyiksaan dan pemboikotan,
Nabi Muhammad saw dan golongan Muslim perdana tidak pernah mengambil
jalan kekerasan.
Kami mengadopsi perjuangan intelektual dan politik ini karena kami yakin ini merupakan jalan yang benar dan efektif untuk menegakkan kembali Khilafah Islam. Karena itu, Hizbut Tahrir secara proaktif menyebarkan pemikiran-pemikiran Islam, baik yang bersifat intelektual maupun politik, secara luas di masyarakat-masyarakat Muslim sembari menantang status quo yang ada.
Hizbut Tahrir menyuarakan Islam sebagai jalan hidup yang komprehensif yang mampu menangani seluruh urusan bermasyarakat dan bernegara. Hizbut Tahrir juga mengemukakan pandangan-pandangannya terhadap peristiwa-peristiwa politik dan menganalisisnya dari perspektif Islam.
Kami mengadopsi perjuangan intelektual dan politik ini karena kami yakin ini merupakan jalan yang benar dan efektif untuk menegakkan kembali Khilafah Islam. Karena itu, Hizbut Tahrir secara proaktif menyebarkan pemikiran-pemikiran Islam, baik yang bersifat intelektual maupun politik, secara luas di masyarakat-masyarakat Muslim sembari menantang status quo yang ada.
Hizbut Tahrir menyuarakan Islam sebagai jalan hidup yang komprehensif yang mampu menangani seluruh urusan bermasyarakat dan bernegara. Hizbut Tahrir juga mengemukakan pandangan-pandangannya terhadap peristiwa-peristiwa politik dan menganalisisnya dari perspektif Islam.
Hizbut
Tahrir menyebarkan pemikiran-pemikirannya melalui diskusi dengan
masyarakat, lingkar studi, ceramah, seminar, pendistribusian leaflet,
penerbitan buku dan majalah dan via Internet.
Metodologi Hizbut Tahrir dijelaskan secara rinci dalam buku The Methodology of Hizb ut-Tahrir for Change.
Di mana Hizbut Tahrir beraktivitas?
Hizbut Tahrir beraktivitas di Eropa, Asia Tengah, Timur Tengah, anak benua India, Australasia dan Amerika.
Apakah Hizbut Tahrir menganjurkan kekerasan dan apakah Hizbut Tahrir menjadi kepanjangan tangan para teroris?
Hizbut
Tahrir berkeyakinan bahwa perubahan yang dicita-citakan harus dimulai
dari pemikiran orang-orang dan kami yakin orang-orang atau masyarakat
tidak dapat dipaksa untuk berubah dengan kekerasan dan teror.
Konsekuensinya, Hizbut Tahrir tidak menganjurkan atau terlibat dalam
kekerasan. Hizbut Tahrir sangat terikat terhadap hukum Islam dalam
seluruh aspek perjuangannya. Hizbut Tahrir adalah entitas intelektual
dan politik Islam yang berupaya mengubah pemikiran umat melalui diskusi
dan debat intelek. Kami memandang bahwa hukum Islam melarang penggunaan
kekerasan atau perjuangan bersenjata melawan rezim penguasa sebagai
metoda untuk menegakkan kembali Negara Islam.
Banyak
sekali artikel yang dipublikasi di beragam saluran media, termasuk di
antaranya Reuters, Itar-Tass, Pravda, AFP, Al-Hayat, AP dan RFERL, yang
dengan jelas menyatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah organisasi
nonkekerasan yang menolak perjuangan bersenjata atau kekerasan sebagai
bagian dari metodologi partai.
Apakah Hizbut Tahrir kelompok ekstrimis?
Kelompok-kelompok
ekstrimis mengeksploitasi rasa takut umat dan memberikan
argumen-argumen mentah berdasarkan pemikiran yang lemah dan salah. Kami
tidak bersembunyi di balik polemik dan slogan – kami yakin kekuatan
pemikiran-pemikiran kami terlihat jelas dalam literatur kami. Para
anggota kami telah berdiskusi dan berdebat dengan beberapa pemikir
terbaik di dunia seperti Noam Chomsky, Daniel Bennett dan Flemming
Larsen dari IMF, karena kami yakin satu-satunya cara untuk memajukan
manusia ialah dengan terlibat dalam diskusi dan debat global. Kami yakin
sekarang ini sudah saatnya menghapuskan label kuno ‘ekstrimis’ dan
‘moderat’ dan kami pun yakin bahwa setiap orang yang memiliki pandangan
yang berbeda bisa terlibat dalam dialog yang rasional. Jika Anda ingin
salah seorang anggota kami berpartisipasi dalam debat atau diskusi panel
yang Anda selenggarakan, silahkan kontak kami.
Apakah Hizbut Tahrir memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok lain?
Hizbut
Tahrir tidak ada hubungan dengan gerakan, partai atau organisasi Islam
atau non-islam, baik dari segi nama maupun aktivitasnya.
Mengapa Hizbut Tahrir dilarang di banyak negara?
Hizbut
Tahrir berada pada garis terdepan dalam aktivitas politik di Dunia
Islam. Hizbut Tahrir telah menantang dan menjadi perhatian para penguasa
tiran di Dunia Islam. Rezim-rezim tiran itu merespon aktivitas Hizbut
Tahrir dengan cara memenjarakan, menyiksa dan membunuhi para anggota
kami. Meskipun tantangan kami terhadap rezim-rezim ini berada pada
tataran intelektual dan politik, yakni dengan melakukan debat dan
diskusi, rezim-rezim ini mengambil langkah melarang dan membungkam
partai, karena mereka tidak punya pemikiran intelektualnya sendiri.
Karena rezim-rezim ini tidak menoleransi setiap oposisi, maka
partai-partai yang beroposisi lainnya juga dilarang. Meskipun ada
pelarangan dan intimidasi terhadap anggota-anggotanya,
pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir terus menyebar di masyarakat.
Siapa yang mendanai Hizbut Tahrir?
Organisasi
ini didanai sepenuhnya oleh anggota-anggotanya dan kami tidak menerima
segala bentuk bantuan dana dari pemerintahan manapun. Karena perjuangan
Hizbut Tahrir terfokus pada penyebaran pemikiran, maka biaya operasinya
sangat minim, karena pemikiran tidak perlu biaya.
Siapa dan di mana pemimpin Hizbut Tahrir?
Pemimpin
global Hizbut Tahrir, Ata Abu Rushta, berada di dunia Islam. Beliau
menulis sejumlah buku politik dan hukum Islam dan sebelumnya pernah
menjadi juru bicara resmi partai. Selama menjadi juru bicara partai di
Yordania beliau pernah ditahan selama beberapa tahun sebagai tahanan
politik. Sejak memangku amanah sebagai pemimpin partai beliau pernah
berbicara dalam konferensi di Yaman dan Pakistan. Beliau juga rutin
berbicara di website resmi Kantor Media Hizbut Tahrir,
www.hizb-ut-tahrir.info. Dengan adanya penganiayaan terhadap para
anggota kami di Dunia Islam, kami tidak ingin membantu para penguasa
tiran dengan menunjukkan keberadaan pemimpin partai.
Dapatkah saya mengikuti pertemuan Hizbut Tahrir?
Semua
pertemuan kami dilakukan secara terbuka dan siapapun yang tertarik,
tanpa melihat pandangan politik dan intelektual mereka, berhak untuk
berperan serta. Setiap peserta kami berikan hak untuk berpartisipasi
dalam mendiskusikan isi pertemuan, apapun sikap dan pandangan mereka
terhadap Islam atau apapun materi pertemuan tersebut. Untuk mengetahui
rincian pertemuan yang terdekat dengan Anda, silahkan hubungi kami.
Bagaimana caranya bergabung dengan Hizbut Tahrir?
Keanggotaan
Hizbut Tahrir bersifat terbuka bagi seluruh Muslim, pria maupun wanita,
tanpa memandang suku bangsa, ras dan aliran pemikiran, karena partai
melihat mereka semua dari sudut pandang Islam. Seseorang dapat menjadi
anggota partai setelah melakukan kajian dan perenungan mendalam tentang
pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat partai. Keanggotaan seseorang
didasarkan pada kematangan individu dalam menguasai tsaqofah partai dan
mengadopsi pemikiran dan pendapat partai.
Apakah wanita terlibat dalam Hizbut Tahrir?
Di
Hizbut Tahrir wanita memainkan peran aktif dalam rangka mencapai tujuan
partai. Mereka melakukan perjuangan intelektual dan politik termasuk
menyeru para penguasa di Dunia Islam untuk bangkit dan berjuang melawan
penindasan dan ketidakadilan. Banyak anggota wanita di Hizbut Tahrir
yang dipenjara sebagai tahanan politik oleh sejumlah rezim di Dunia
Islam. Sesuai dengan hukum Islam, aktivitas wanita terpisah dari
aktivitas pria.
Apa pandangan Hizbut Tahrir terhadap peristiwa 11/9 atau 7/7 dan pembunuhan atas warga sipil?
Hukum Islam melarang segala bentuk serangan terhadap warga sipil. Islam melarang pembunuhan atas anak-anak, orang tua dan wanita yang tidak berperang, bahkan di medan perang sekalipun. Islam melarang aksi pembajakan pesawat sipil yang membawa warga sipil tak bersalah dan Islam juga melarang penghancuran rumah dan kantor yang di dalamnya ada warga sipil tak bersalah. Semua tindakan semacam ini adalah bentuk serangan yang Islam larang.
Hukum Islam melarang segala bentuk serangan terhadap warga sipil. Islam melarang pembunuhan atas anak-anak, orang tua dan wanita yang tidak berperang, bahkan di medan perang sekalipun. Islam melarang aksi pembajakan pesawat sipil yang membawa warga sipil tak bersalah dan Islam juga melarang penghancuran rumah dan kantor yang di dalamnya ada warga sipil tak bersalah. Semua tindakan semacam ini adalah bentuk serangan yang Islam larang.
Ariel Cohen dari Heritage Foundation menuduh Hizbut Tahrir menyuburkan sikap kekerasan anti-Amerika? Benarkah begitu?
Usaha
absurd dari sejumlah think tank AS untuk mendiskreditkan kaum Muslim
yang menolak model politik Barat sebagai ‘teroris’ adalah tanda
keputusasaan ideologis. Meskipun Hizbut Tahrir menentang kepentingan
kolonial Amerika dan menawarkan ideologi alternatif, tapi terlalu
dangkal jika hanya sibuk membangkitkan perasaan anti-Amerika karena
perasaan semacam itu sekarang ini sudah menjadi gejala umum di dunia.
Meskipun
Ariel Cohen berusaha menjadikan dirinya sebagai pakar tentang Hizbut
Tahrir, ‘penelitiannya’ terhadap partai penuh dengan ketidakakuratan.
Dia belum pernah bertemu dengan satupun anggota Hizbut Tahrir, jadi
bagaimana dia bisa mengetahui ideologi partai dengan baik?
Jika
Anda bekerja untuk sebuah think tank dan tertarik dengan perjuangan
Hizbut Tahrir, silahkan Anda mengontak kami untuk informasi lebih lanjut
– kami dapat menyediakan pakar untuk berbicara di seminar, diskusi,
sarasehan, dan konferensi.
Ahmed Rashid, dalam bukunya yang berjudul Jihad – the rise of militant Islam in Central Asia mengungkapkan bahwa kelak Hizbut Tahrir akan menjadi kelompok militan. Benarkah demikian?
Kami
tidak setuju dengan penilaian Ahmed Rashid dan kami telah mengeluarkan
penolakan atas banyak klaim yang ia buat di dalam bukunya. Buku tersebut
mengandung banyak sekali ketidakakuratan faktual perihal Hizbut Tahrir
dan jelas sekali dia tidak melakukan penelitian yang laik untuk menulis
topik tersebut. Meskipun partai telah dengan jelas mengemukakan
pandangannya dalam literatur resmi dan meskipun partai memiliki juru
bicara di seluruh dunia, Ahmed Rashid malah memilih untuk mengandalkan
sumber-sumber ‘anonim’ yang kredibilitasnya sangat dipertanyakan.
Argumen
bahwa kami akan terprovokasi menjadi kelompok militan dengan adanya
penindasan atas para anggota kami jelas bertentangan dengan sejarah
partai. Sejak didirikan pada 1953, para anggota partai sudah pernah
mengalami penyiksaan, penganiayaan dan pembunuhan oleh beragam rezim di
Dunia Islam, termasuk di antaranya Yordania, Suriah, Mesir, Turki,
Tunisia, Arab Saudi, Libia, Sudan, Irak, Kyrgyzstan, Tajikistan dan
Uzbekistan. Meskipun selama beberapa dekade mengalami provokasi yang
intensif dan tindakan represif dari para penguasa di Dunia Islam, partai
tetap teguh pada metodologi tanpa kekerasan yang dijalani.
Apakah Hizbut Tahrir anti-Semit?
Kami
dengan tegas menolak tuduhan anti-Semit karena Islam adalah sebuah
risalah bagi seluruh umat manusia. Akan tetapi, pada saat yang sama kami
juga secara tegas menolak Zionisme yang terejawantahkan dalam bentuk
negara Israel.
Dan Hizbut Tahrir, seperti halnya mayoritas organisasi Muslim lainnya,
menentang keras pendudukan berkelanjutan atas Palestina oleh Israel.
Negara Israel didirikan di atas wilayah yang dirampasnya secara paksa, setelah mereka mengusir penduduk di sana,
baik yang Muslim maupun yang Kristen. Ini merupakan bentuk
ketidakadilan, yang dari sudut pandang Islam tidak akan pernah kami
terima, tanpa memandang ras pelakunya. Di Palestina, Islam terlibat
konflik dengan Israel – bukan dalam kapasitas mereka sebagai Yahudi yang
secara historis pernah hidup berdampingan dengan kaum Muslim dalam
damai dan tentram selama berabad-abad – tapi dalam kapasitas mereka
sebagai penjajah dan agresor.
Sejarah
menjadi saksi bahwa dulu kaum Yahudi dan Muslim hidup bersama di bawah
naungan Islam selama hampir tiga belas abad. Selama periode itu kaum
Yahudi memiliki standar hidup yang sama tingginya dengan kaum Muslim.
Mereka menikmati hak-hak, kesejahteraan, kebahagiaan, ketentraman dan
keamanan yang sama.
Apa pandangan Anda tentang demokrasi?
Sistem pemerintahan Islam, Khilafah, membolehkan dan mendorong pertanggungjawaban penguasa dan memiliki aturan tersendiri ihwal pemilihan dan konsultasi. Islam tidak menerima kebijakan negara dipengaruhi atau diarahkan oleh elit pengusaha. Islam mewajibkan warga negara Khilafah untuk terlibat dalam aktivitas politik dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Sistem pemerintahan Islam, Khilafah, membolehkan dan mendorong pertanggungjawaban penguasa dan memiliki aturan tersendiri ihwal pemilihan dan konsultasi. Islam tidak menerima kebijakan negara dipengaruhi atau diarahkan oleh elit pengusaha. Islam mewajibkan warga negara Khilafah untuk terlibat dalam aktivitas politik dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Demokrasi
dalam negara kapitalis ialah sistem pemerintahan yang berbeda dengan
sistem pemerintahan Islam. Ini karena Islam dan Kapitalisme dibangun di
atas filosofi dasar yang sangat berbeda. Bila sistem kapitalis
menyematkan kedaulatan untuk membuat hukum pada manusia, sistem Islam
memandang bahwa kedaulatan hukum ada di tangan Sang Pencipta. Karena
alasan inilah, demokrasi tidak sesuai dengan sistem Islam.
Demokrasi
adalah sistem yang rusak, yang dikendalikan oleh korporasi-korporasi
besar dan tidak peduli pada kepentingan rakyat. Jumlah para pemilih
(voter) di Barat selama ini begitu rendah dan orang-orang harus turun ke
jalan untuk menyuarakan rasa frustrasi mereka. Meskipun setiap orang
punya ‘kebebasan’ untuk mengkritik dan menentang para politisi mereka di
Barat, realitas menunjukkan bahwa siapapun politisi yang terpilih,
mereka berasal dari elit ekonomi dan mereka memerintah untuk kepentingan
para elit ekonomi itu.
Tentang Khilafah
Apa itu Khilafah?
Khilafah merupakan sistem pemerintahan dalam Islam yang digali dari sumber hukum Islam. Khilafah bertanggungjawab atas penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Khilafah memberlakukan aturan-aturan hukum pidana Islam dalam masalah peradilan, pemerintahan, ekonomi, sistem sosial, pendidikan, dan kebijakan luar negeri. Khilafah bertanggungjawab untuk menyampaikan dan mempropagandakan Islam ke seluruh dunia melalui kebijakan luar negerinya. Khilafah sangat berbeda dari model pemerintahan yang lain seperti demokrasi, teokrasi atau monarki.
Khilafah akan melakukan rekonsiliasi antara seluruh umat Islam dan akan menghapus segala bentuk kesukuan dan kebangsaan. Negara Khilafah bukan negara untuk faksi atau kelompok orang tertentu. Khilafah akan memandang seluruh warganegaranya, baik yang Muslim maupun yang non-Muslim, dengan pandangan yang sama. Khilafah akan menerapkan Islam sesuai dengan dalil-dalil terkuat dari sumber hukum Islam. Khilafah bukanlah negara untuk etnis atau ras tertentu. Setiap orang, apakah dia Arab atau non-Arab, putih atau hitam, memiliki kedudukan yang sama sebagai warganegara. Meskipun Khilafah adalah Negara Islam akan tetapi Khilafah tidak hanya mengurusi kaum Muslim, tetapi juga setiap orang yang menyandang status warganegara Negara Islam, baik dia Muslim ataupun non-Muslim. Saat mengurusi kepentingan warganegara yang non-Muslim, Negara Islam berkewajiban memperlakukan mereka sebagai warganegara dan bukan sebagai ‘etnis minoritas’.
Di mana Khilafah sekarang?
Saat ini Khilafah tidak eksis. Khilafah terakhir di Turki diruntuhkan oleh Mustafa Kemal setelah Perang Dunia I. Pada 24 Juli 1924, saat mengomentari keruntuhan Khilafah, Lord Curzon, menteri luar negeri Inggris saat itu, mengatakan kepada Majelis Rendah, ” … Turki (sebagai pusat Khilafah) telah mati dan tidak akan pernah bangkit kembali karena kita telah menghancurkan kekuatan moralnya, Khilafah dan Islam.”
Bagaimana dengan Arab Saudi, Iran, Pakistan dan Sudan?
Untuk bisa disebut sebagai Negara Islam, setiap pasal dalam konstitusi negara, setiap aturan dan perundang-undangan, harus berasal dari hukum Islam. Negara-negara yang Anda sebutkan itu sama sekali tidak memenuhi kriteria itu. Di negara-negara tersebut, hukum Islam hanya sekadar label sebagai sumber legislasi negara tersebut, dengan segala bentuk legislasi sekular dan adat istiadat yang ada, sementara konstitusi lebih condong pada sistem demokrasi, sosialisme, kapitalisme dan semacamnya. Semua itu adalah konsep-konsep yang tidak bersumber dari Islam dan berasal dari filosofi dasar yang sangat berbeda. Karena itu, tidak bisa diklaim bahwa setiap negara Muslim adalah representasi dari Islam dan sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islamiyah.
Siapa yang akan menjadi penguasa dalam sistem Khilafah dan apakah ia akan memiliki akuntabilitas?
Khalifah memimpin negara berdasarkan perintah Allah swt sebagaimana termaktub dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Rakyat memilih dan menunjuk Khalifah. Sebagai warganegara Negara Islam, baik pria maupun wanita, Muslim ataupun non-Muslim, Anda bisa mendatangi Khalifah untuk alasan apapun, entah mendorongnya agar takut kepada Allah swt atau meminta hak-hak Anda dipenuhi. Rakyat wajib mengganti Khalifah jika ia menerapkan sistem selain Islam.
Bagaimana Khilafah memperlakukan non-Muslim?
Seorang ulama salaf, Imam Qarafi, mengatakan, “Menjadi tanggung jawab kaum Muslim terhadap orang-orang Zhimmi [warganegara yang non-Muslim] untuk memelihara mereka, memenuhi kebutuhan rakyat miskin, memberi makan orang-orang yang kelaparan, menyediakan pakaian, menyapa mereka dengan baik dan bahkan menoleransi kesalahan mereka meskipun datangnya dari seorang tetangga, dan meskipun kaum Muslim berada pada posisi tangan di atas [sebagai pemberi]. Kaum Muslim juga harus menasehati mereka dalam urusan mereka dan melindungi mereka dari siapapun yang berusaha menyakiti mereka atau keluarganya, mencuri harta mereka atau siapapun yang melanggar hak-hak mereka.”
Banyak non-Muslim yang pernah hidup dengan kaum Muslim di bawah naungan Islam selama hampir tiga belas abad. Selama periode itu orang-orang non-Muslim memiliki standar hidup yang sama. Mereka menikmati hak-hak, kesejahteraan, kebahagiaan, ketentraman dan keamanan yang sama.
Bagaimana posisi wanita dalam Khilafah?
Dalam sistem Khilafah, wanita memiliki peran aktif untuk membangun negara yang tidak hanya memiliki karakter moral yang unggul, tetapi juga secara ekonomi sejahtera dan maju secara teknologi. Khilafah wajib memberikan pendidikan gratis kepada anak laki-laki dan perempuan pada tingkat dasar dan menengah serta memberikan pendidikan gratis pada level pendidikan tinggi untuk bidang-bidang tertentu seperti sains dan kesehatan. Ini akan membuat wanita bisa menjalani profesi sebagai ahli kesehatan, insinyur, sains, arsitektur, akademisi dan semacamnya. Wanita diperbolehkan untuk berdagang, menginvestasikan harta, memiliki harta sendiri, menjalankan usaha dan menjadi pegawai atau atasan. Wanita bisa, misalnya, menduduki jabatan administratif dalam negara atau ditunjuk menjadi hakim, menyewa properti dan melakukan transaksi sosial lainnya. Selain itu, wanita akan menjalani peran vital sebagai istri dan ibu, menciptakan kehidupan keluarga yang tentram, merawat anak-anak dan keluarga dan membina generasi masa depan. Wanita memiliki peran politik yang aktif dan juga punya suara politik yang kuat dalam mengingatkan penguasa atas setiap bentuk ketidakadilan dan korupsi di masyarakat serta memelihara kepentingan komunitasnya.
Bagaimana interaksi pria dan wanita dalam sistem Khilafah?
Pria dan wanita berinteraksi dalam rangka memenuhi kebutuhan kehidupan publik mereka tapi tetap dalam koridor sistem sosial Islam yang mengatur hubungan antara pria dan wanita. Ini menciptakan lingkungan yang memfasilitasi kerja sama lintas jender dan membuat mereka bisa memenuhi hak dan kewajiban publik mereka tanpa mempengaruhi kondisi moral negara. Dengan begitu kehormatan dan kesucian setiap orang akan terlindungi dan aspek seksual dari hubungan pria dan wanita terbatas pada pernikahan. Misalnya, Islam telah menentukan pakaian publik khusus untuk wanita Muslimah serta mewajibkan mereka untuk menyembunyikan kecantikan mereka dari hadapan kaum pria yang bukan mahramnya dan Islam juga melarang pria dan wanita berkhalwat. Islam melarang hubungan yang bebas antara pria dan wanita yang tidak punya hubungan darah, serta segala bentuk perbuatan yang bisa menjurus pada perzinaan. Wanita memiliki kedudukan terhormat dalam sistem Khilafah dan karena itu tidak akan ada tindakan apapun yang diperbolehkan untuk mengkompromikan masalah ini.
Mengapa wanita tidak bisa menjadi penguasa dalam sistem Khilafah?
Konsep ini bersumber dari dalil-dalil Islam yang melarang wanita memegang jabatan kekuasaan. Orang-orang yang gagal mengkaji Islam secara mendalam mengklaim bahwa ini terjadi karena Islam memandang wanita secara fisik tidak mampu memangku jabatan tersebut dan karena itu mereka menganggap Islam mendiskriminasikan wanita. Islam tidak memberikan alasan spesifik tentang hal ini. Islam hanya melarang posisi-posisi tersebut untuk diemban oleh wanita.
Kekuasaan dalam Islam bukanlah posisi yang bergengsi, melainkan jabatan yang mengandung tanggung jawab. Dalam Islam, kedudukan sesorang tidak ditakar dari jabatan atau tanggung jawabnya, tetapi dari bagaimana ia memenuhi segala kewajibannya. Karena itu, seorang penguasa tidak otomatis lebih superior ketimbang seorang ibu. Masing-masing memiliki kewajiban yang harus dipenuhi untuk menjamin kemakmuran masyarakat.
Di dalam Khilafah, wanita boleh memilih penguasa. Secara historis, bahkan wanita turut hadir dalam delegasi pertama yang memberikan bai’at kepada Nabi Muhammad saw, menerimanya sebagai pemimpin pertama Negara Islam. Wanita boleh masuk ke dalam Majelis Ummah yang memberikan nasehat kepada penguasa dalam beragam urusan. Wanita wajib terlibat dalam kehidupan politik masyarakat Islam dan mengingatkan penguasa jika mereka melihat adanya korupsi atau ketidakadilan yang dilakukan oleh negara. Wanita juga bisa dipilih menjadi pejabat negara untuk posisi-posisi yang non-kekuasaan.
Akankah Khilafah menerima inovasi ilmiah dan teknologi?
Ketika Islam datang untuk pertama kalinya sebagai sistem kehidupan, Nabi Muhammad saw mengirim beberapa orang Muslim dalam misi khusus ke Syam (wilayah yang kini menjadi Suriah, Yordania, dan Palestina). Pada saat itu Syam tidak diperintah oleh sistem Islam dan justru dikuasai oleh negara adikuasa saat itu, Romawi, yang notabene Kristen. Orang-orang Romawi sangat terampil dalam teknologi militer dan telah mengembangkan dua alat pelontar (cikal bakal meriam). Kaum Muslim juga memperoleh teknologi parit dari negara adikuasa kedua saat itu, Persia , melalui Salman al-Farisi dan teknologi itu dimanfaatkan pada saat Perang Khandaq. Ini diperbolehkan dalam Islam karena kaum Muslim tidak mengambil sistem hidup dari Romawi dan Persia . Kaum Muslim tidak mengambil keyakinan, nilai dan sistem kehidupan Romawi dan Persia . Kaum Muslim hanya mengambil teknologi mereka, yang secara faktual tidak berasal dari keyakinan tertentu dan karena itu terbuka bagi seluruh umat manusia untuk menemukannya, dengan seizin Allah swt. Muhammad saw memberikan teladan bahwa mengadopsi teknologi adalah sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam, tapi dengan catatan bahwa teknologi itu hanya boleh dimanfaatkan untuk sesuatu yang diperbolehkan menurut hukum Islam. Maka, pisau bedah boleh digunakan untuk menyembuhkan, tapi tidak untuk melakukan aborsi terhadap bayi yang tak berdosa. Televisi, internet dan DVD bisa dimanfaatkan untuk mempropagandakan kebenaran atau untuk tujuan-tujuan pendidikan, tetapi tidak boleh digunakan untuk mengeksploitasi wanita sebagai objek materi.
Apakah Khilafah sistem monarki?
Sistem monarki bukanlah sistem Islam dan Islam tidak memperbolehkannya, entah raja yang hanya menjadi simbol tapi tak berkuasa, seperti dalam kasus Inggris dan Spanyol, karena Khalifah bukanlah simbol. Khalifah adalah penguasa dan pelaksana hukum-hukum Allah swt yang bertindak untuk kepentingan umat; Demikian pula jika raja menjadi kepala negara dan penguasa sekaligus, seperti dalam kasus Arab Saudi dan Yordania. Ini karena Khalifah tidak mengenal sistem pewarisan kekuasaan seperti yang terjadi dalam sistem monarki. Khalifah dipilih dan diberi bai’at. Islam tidak memperkenankan sistem pewarisan. Khalifah tidak memiliki hak-hak istimewa dibandingkan warganegara yang lain dan Khalifah tidak berkedudukan di atas hukum seperti halnya raja yang kebal hukum. Khalifah tunduk pada hukum Allah swt dan bisa dimintai pertanggungjawaban atas segala tindakan yang dilakukannya.
Apakah Khilafah sistem yang imperialis?
Wilayah-wilayah yang diperintah oleh Islam – meskipun terdiri atas beragam ras dan terhubung ke satu tempat yang menjadi sentralnya – tidak diperintah berdasarkan sistem imperialis, tetapi oleh sistem yang sangat bertentangan dengan sistem imperialis. Sistem imperialis tidak memperlakukan kelompok-kelompok ras secara setara, tetapi memberikan hak istimewa dalam pemerintahan, keuangan dan ekonomi kepada ras tertentu.
Sistem pemerintahan Islam memberikan kesetaraan antara rakyat di seluruh wilayah negara. Setiap non-Muslim yang menjadi warganegara memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warganegara yang Muslim. Mereka memperoleh keadilan yang sama dan mereka juga tunduk pada hukum yang sama. Selain itu, setiap warganegara, tanpa memandang keyakinannya, memiliki hak-hak yang bahkan tidak dimiliki oleh seorang Muslim di luar negeri yang tidak memiliki status warganegara. Dengan konsep kesetaraan seperti ini, sistem Islam sangat berbeda dengan sistem imperial. Sistem Islam tidak membeda-bedakan wilayahnya menjadi wilayah koloni, wilayah eksploitasi, atau wilayah sumber kekayaan yang diperas untuk kepentingan pusat. Khilafah memandang semua wilayah secara adil, tidak peduli betapa jauh jarak wilayah itu, dan tidak jadi soal betapa berbedanya ras di sana . Khilafah menganggap setiap jengkal wilayah sebagai bagian integral dari negara dan warganegara di setiap wilayah itu memiliki hak yang sama dengan warganegara yang ada di wilayah pusat kekuasaan. Khilafah juga menjadikan otoritas kekuasaan, sistem dan perundang-undangannya berlaku sama di seluruh wilayah.